SOSIOLINGUISTIK
DENGAN PENDIDIKAN
DAN
PENGAJARAN BAHASA
Oleh:
Nasirotul Alawiyah
Abstrak
Sosiolinguistik
merupakan pengkajian penggunaan bahasa berkaitan dengan kondisi social budya si
penutur. Dalam pembelajaran bahasa, khususnya bahasa asing atau bahasa kedua
sosiolinguistik mempunyai keterkaitan, yang dimana kajian-kajian
sosiolinguistik dapat memberikan sumbangan untuk mempermudah pengajaran bahasa
asing atau kedua. Dalam sebuah pengajaran bahasa ada beberapa variable baik
yang bersifat linguistic maupun non linguistic yang dimana diantara
variable-variabel tersebut sifatnya salig melengkapi satu sama lainnya. Tujuan
yang hakiki dari pembelajaran suatu bahasa adalah komunikatif, artinya setelah
seseorang menyelesaikan proses pembelajarannya maka setidaknya harus sudah bisa
berkomunikasi menggunakan bahasa yang dipelajarinya. Dalam hal ini erat
kaitannya dengan pragmatic, yaitu studi tentang pemakaian bahasa dalam
komunikasi terutama hubungan antara ujaran dengan konteks dan situasi. Dalam
pragmatic sendiri tidak akan lepas dari unsure “speaking” agar komunikasi
berjalan sesuai dengan maksud dan tujuan. Sebagai bahasa yang tidak serumpun
dengan bahasa Indonesia, sangatlah mungkin terjadi banyak kesalahan-kesalahan
selama mempelajari bahasa arab. untuk itu analisis tentang kontrastif dan
analisi kesalahan dalam berbahasa dapat dijadikan metode dalam pembelajaran
untuk mempermudah guru dalam mengajar dengan jalan menganalisis
kesalahan-kesalahan dan memberikan bandingan perbedaan antara bahasa arab
dengan bahasa Indonesia. Adapun prinsip pengajaran bahasa harus disesuaikan
dengan tujuan yang diharapkan.
Kata
Kunci: sosiolinguistik, pengajaran bahasa, prinsip pengajaran bahasa.
PENDAHULUAN
Secara umum sosiolinguistik
mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu dalam masyarakat
dengan menunjukan bagaimana pemakaian bahasa saling mempengaruhi dalam sikap
masyarakat pemakai bahasa yang tercermin dalam pelapisan masyarakat.
sosiolinguistik sebagai ilmu yang dianggap baru menuntut kehadirannya sejajar
dengan ilmu-ilmu lain. Begitu juga, sosiolinguistik menuntut keikutsertaannya dengan
memberikan informasi dalam pengambilan kebijakan-kebijakan kebahasaan, termasuk
kebijakan kebahasaan dalam dunia pendidikan. Karena sejak zaman dahulu
pendidikan sudah dilakukan oleh orang yang digunakan untuk mewariiskan
nilai-nilai budaya dari generasi ke generasi berikutnya. Karena bahasa juga
dari kebdayaan, maka sosiolinguistik memepunyai urgensi terhadap pengajaran
bahasa. Seperti yang kita tahu bahwa dalam pengajaran bahasa tidak akan
terlepas dengan ilmu-ilmu lain yang salah satunya adalah sosiolinguistik. Ini
bsa kita lihat dari kontribusi sosiolinguistik dalam pembelajaran bahasa meman
cukup signifikan terutama dalam memberikan informasi tentang hakekat bahasa dan
pemilihan bahan ajar yang sesuai dengan konteks kemasyarakatan, kondisi social
pembelajar bahasa dll.[1]
Untuk mengetahui lebih lanjut
mengenai keterkaitan sosiolinguistik dengan pendidikan dan pembelajaran bahasa,
maka pada makalah kali ini akan dibahasa mengenai: apa sajakah variable
pengajaran bahasa, apa tujuan dari pembelajaran bahasa, bagaimanakah pengajaran
bahasa kedua, apakah pengertian pragmatic dan pengajaran bahasa, bagaimana
analisis kontrastif dan kesalahan diposisikan dalam pembelajaran bahasa serta
apa saja prinsip-prinsip pengajaran bahasa.
PEMBAHASAN
1.
Variabel pembelajaran bahasa
Variable
pembelajaran dapat pula dikatakan sebagai komponen dalam pembelajaran, yang
merupakan factor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran. Dalam
proses belajar-mengajar ada sejumlah variable yang dapat menentukan keberhasilan
proses belajar mengajar itu. Diantara variable-variable tersebut antara lain: (1) murid (2) guru (3) bahan pelajaran
(materi) (4) tujuan pengajaran[2]
(5) Metode (6) Media[3]
dan (7) evaluasi.[4] Selain
variable-variable yang telah disebutkan diatas, sebenarnya masih banyak
variable-variable lain yang ikut mempengaruhi keberhasilan dalam belajar
mengajar. Diantaranya: lingkungan, keluarga dan masyarakat. Namun pada intinya
variable-variable yang mempengaruhi keberhasilan proses belajar mengajar adalah
yang telah tersebutkan diatas.
Dalam
masyarakat yang multilingual, multirasial dan multikultural, maka faktor
kebahasaan, kebudayaan, sosial, dan etnis juga merupakan variabel yang dapat
memengaruhi keberhasilan pengajaran bahasa. Demikianlah dalam proses belajar mengajar
bahasa ada sejumlah variabel, baik yang bersifat linguistic maupun yang
bersifat nonlinguistic, yang dapat menentukan keberhasilan proses belajar
mengajar itu. Variabel itu bukan merupakan hal yang terlepas dan berdiri
sendiri-sendiri, melainkan merupakan hal yang saling berhubungan, berkaitan,
sehingga merupakan satu jaringan system.
Bagan berikut barangkali bisa membantu untuk memahami sistem tersebut. [5]
Lingkungan
|
||
Keluarga
|
|
Masyarakat
|
Dikembangkan menjadi murid yang:
·
Mampu secara kritis dan responsive memahami tutur orang
lain
·
Mampu menyampaikan pikiran, perasaan dan kemampuan
dengan bahasa yang tertib
·
Mampu memahami kaidah-kaidah bahasa
·
Memiliki sikap positif terhadap bahasa yang dipelajari
Melalui pembinaan:
·
Pemahaman
·
Ketrampilan
·
Sikap
|
Lulusannn
|
Murid
|
Kurikulum
|
Guru
|
Metode
|
Sumber/alat
pelajaran
|
Evaluasi
|
SARANA
|
Selain variabel-variabel diatas ada faktor lain yang juga
menentukan keberhasilan belajar bahasa, yaitu disebut asas-asas belajar, yang
dapat dikelompokkan menjadi asas-asas yang bersifat psikologis anak didik, dan bersifat
materi linguistik. Asas-asas yang bersifat psikologis itu, antara lain adalah
a)
Motivasi, merupakan suatu dorongan siswa untuk
kemauan belajar. Karena tanpa kemauan tidak mungkin tujuan belajar dapat
tercapai.
b)
Pengalaman sendiri, karena sesungguhnya
pengetahuan yang dialami sendiri akan lebih baik dari pada pengetahuan dari
orang lain. Oleh karena itu siswa dituntut aktif tidak hanya duduk dan diam
mendengarkan penjelasan guru.
c)
Keingintahuan, merupakan kodrat manusia yang
dapat menyebabkan manusia itu menjadi maju.
d)
Analisis sintetis, berfikir secara analitis
berati berusaha mengenal sesuatu dengan mengenali cirri-ciri atau unsure yang
ada pada sesuatu itu.
e)
Dan perbedaan individual, untuk mencapai
pembelajaran yang maksimal perlu memperhatikan adanya perbedaan setiap
individu. Karena sudah kodratnya setiap anak mempunyai kematangan berfikir,
berbahasa dan intelegensi yang berbeda.[6]
Adapun
asas-asas yang bersifat metodek dan materi lingusitik antara lain:
a)
Mudah menuju susah, maksudnya pemberian materi
harus dimulai dari yang mudah menuju yang lebih sukar.
b)
Sederhana menuju kompleks, maksudnya bahan
pelajaran harus dimulai dari yang sederhana menuju yang lebih kompleks.
c)
Dekat menuju jauh, maksudnya pemberian materi
pelajaran harus dimulai dari yang dekat dengan anak didik menuju yang jauh.
d)
Pola menuju unsur, maksudnya materi bahasa yang
diberikan mula-mula harus yang berupa satu kebulatan setelah itu baru diberikan
unsure-unsur dari kebulatan itu.
e)
Penggunaan menuju pengetahuan, maksudnya
materi peajaran yang mula-mula harus diberikan adalah penggunaan
bentuk-bentuk/satuan bahasa itu.
f)
Masalah bukan kebiasaan, maksudnya anak diajarkan yang
menjadi masalah dalam bahasa bukan yang menjadi kebiasaan anak dalam berbahasa.
g)
Kenyataan bukan buatan, maksudnya kenyataan
menunjukan bahwa bahasa kedua (arab) mempunyai variasi baik yang bersifat
regional, social maupun fungsional.[7]
2.
Tujuan pengajaran bahasa
Banyak orang belajar bahasa dengan berbagai tujuan yang
berbeda. Ada yang belajar hanya untuk mengerti, ada yang belajar untuk memahami
isi bacaan (teks), ada yang belajar untuk dapat bercakap-cakap dengan lancar,
adapula yang belajar hanya untuk gengsi-gengsian, dan banyak pula yang belajar
dengan berbagai tujuan khusus. Dalam pendidikan formal disekolah dasar, sekolah
menengah, dan diperguruan tinggi dapat pula kita lihat berbagai rumusan tujuan
pengajaran bahasa itu.
Secara nasional pada hemat kami tujuan pendidikan bahasa
itu harus dikaitkan dengan tujuan pendidikan nasional dan tujuan pendidikan
institusional, lalu dikaitkan pula dengan status politis (nasional, daerah,
atau asing) bahasa yang dipelajari, dan kemudian dikaitka pula dengan
fungsi-fungsi bahasa yang diperlukan.[8]
Sedangkan dalam Laporan Komisi
Pembaharuan Pendidikan Nasional dan Sistematisasi Nostrand, tujuan belajar
bahasa itu dapat digolongkan ke dalam empat golongan utama: (1) penalaran, (2)
instrumental, (3) integratif, (4) kebudayaan, dengan pengertian bahwa penggolongan
ini tidak saling mengecualikan.
Tujuan penalaran menyangkut kesanggupan berfikir dan
pengungkapan nilai serta sikap sosial budaya. Tujuan instrumental menyangkut
penggunaan bahasa yang dipelajari itu untuk tujuan-tujuan material dan konkret.
Tujuan integratif menyangkut keinginan sesorang menjadi anggota sesuatu
masyarakat yang menggunakan bahasa itu sebagai bahasa pergaulan sehari-hari.
Tujuan kebudayaan terdapat pada orang yang secara ilmiah ingin mengetahui, atau
memeperdalam pengetahuannya, tentang suatu kebudayaan atau masyarakat.[9]
Dari
uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
tujuan -
tujuan pembelajaran bahasa adalah
sebagai berikut: pertama, keilmuan ( kemahiran berbahasa, alat untuk mengetahui
ilmu lain yang berbahasa arab, agama, dan linguistik arab itu sendiri ). Artinya
seseorang mempelajari bahasa agar mempunyai kemahiran dengan menguasai berbagai
ilmu dari bahasa tersebut. Kedua,
institusi ( guru bahasa arab, kedubes RI di Timteng, penerjemah). Artinya seseorang mempelajari bahasa untuk sebuah institusi tertentu. Ketiga, pragmatis ( pemandu wisata, TKI ).
Artinya seseorang mempelajari bahasa secara pragmatis menggunakan bahasa
tersebut. Keempat, politik
ideologis (orientalis). Artinya seseorang mempelajari bahasa untuk
suatu politik tertentu.[10]
3.
Pengajaran Bahasa Kedua
Dalam masyarakat multilingual, pasti
akan kita temukan pengajaran bahasa kedua atau bahkan bahasa ketiga. Bahkan
kedua ini bisa bahasa nasional, bahasa resmi Negara, bahasa resmi kedaerahan,
atau juga bahasa asing (bukan bahasa asli penduduk pribumi). Yang dari
pengajaran bahasa kedua ini tentu akan menimbulkan masalah-masalah
sosiolinguistik. Masalah-masalah ini mungkin tidak terlalu berat bila bahasa
kedua yang dipelajari masih tergolong serumpun (secara genetist) tetapi akan
merupakan masalah yang berat kalau bahasa kedua itu tidak serumpun dengan
bahasa pertama. Dan akan lebih berat lagi kalau bahasa kedua tersebut memiliki
struktur fonetis, morfologis dan sintaksis yang sangat berbeda dengan bahasa
pertama. Oleh karena itu masalah yang muncul dalam pengajaran bahasa kedua itu
akan meliputi semua tataran bahasa.
Secara formal, di Indonesia
pengajaran bahasa kedua dimulai ketika anak memasuki pendidikan dasar
(kira-kira berusia 6 tahun) untuk bahasa nasional, dan ketika anak memasuki
pendidikan menengah (kira-kira berusia 13 tahun) untuk bahasa asing. Menurut
Pei (1971) anak-anak pada usia 5 tahun telah dapat menguasai pola bahasa
pertamanya, betapapun pola tersebut sangat ruwet bagi orang asing.[11]Jadi,
ketika dalam pengajaran bahasa kedua hal yang paling penting adalah anak sudah
menguasai pola dan struktur bahasa pertamanya. Dan ketika anak mempelajari
bahasa kedua, sangatlah mungkin ia akan masih terbawa pola-pola bahasa
pertamanya. Dan kebiasaan dengan pola bahasa pertama ini yang akan menjadi
kendala saat mereka mempelajari bahasa kedua. Kendala-kendala yang muncul bisa
bersumber dari bidang fonologi, morfologi dan sintaksis. Inipun akan sangat
menjadi kendala yang besar bila kita melakukan pengajaran bahasa arab, yang
dari bidang fonologi, morfologi dan sintaksispun sangat berbeda dengan bahasa
pertama, baik dari struktur, pola maupun tatarannya (karena bahasa arab tidak
serumpun dengan bahasa Indonesia).
4.
Pengertian Pragmatik
dan Pengajaran Bahasa
Awalnya
konsep dari pragmatic tidak begitu jelas, dikarenakan perbedaan pendapat antar
pakar linguistic dalam memberikan konsep pragmatic. Ada yang berpendapat bahwa
pragmatic merupakan sebuah pendekatan dalam pembelajaran, serta ada pula yang
berpendapat bahwa pragmatic merupakan salah satu pokok bahasan.[12]
Selain itu konsep dari pragmatic sendiri yang agak mirip dengan konsep semantic
yaitu membahas tentang makna. Yang membedakan hanya pada arah kajiannya,
semantic mengkaji secara internal ( ujaran dan makna) sedangkan pragmatic
mengkaji secara eksternal ( ujaran, makna ujaran, konteks). Namun bisa kita
ambil konsep pragmatika adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari hubungan
antara konteks dan makna. Ilmu ini mempelajari bagaimana penyampaian makna
tidak hanya bergantung pada pengetahuan linguistik (tata bahasa, leksikon, dll)
dari pembicara dan pendengar, tapi juga dari konteks penuturan, pengetahuan
tentang status para pihak yang terlibat dalam pembicaraan, maksud tersirat dari
pembicara.[13]
Dalam
bahasa arab, pragmatic dipadankan dengan ilm al lughah al tada:wuli. sebagai
ilmu yang dapat dikatakan relative baru tampaknya ilmu ini belum banyak
mendapatkan perhatian dari para ahli bahasa arab. hanya saja wujud ilmu ini
sudah ada pada masa-masa awal tumbuhnya kajian kebahasaan di masyarakat arab.
secara praktis, sebagian pembahasan pragmatic dapat dapat ditemukan di ilm
balaghah.[14]Sebagai
mana contoh pembahasan mengenai hubungan antara penutur dan penutur bisa
ditemukan dalam pembahasan mengenai kaifiyyah ilqa’ al mutakallim al khabar li
al mukhathab (tehnik penyampaian ujaran dari penutur dan mitra tutur).
Pragmatik
adalah studi tentang pemakaian bahasa dalam komunikasi terutama hubungan antara
ujaran dengan konteks dan situasi. Setidaknya pragmatik mencakup: 1) kemampuan
menginterpretasi dan menggunakan ujaran kebahasaan, 2) kemampuan mengetahui
tindak ujaran, 3) kemampuan menggunakan struktur kalimat yang dihubungkan
dengan keduanya. Rumusnya adalah:
B(bahasa)= M(makna) + S(situasi) + K(konteks) +
D(daya).[15]
Artinya
pragmatic bukan membahas persoalan “apa artinya X”, melainkan “apa yang
dimaksud dengan X” karena makna tidak hanya ditentukan berdasarkan tanda
(unsure formal bahasa) melainkan juga pemakaiannya.
Dan
untuk merealisasikan pragmatic dibutuhkan kompetensi komunikasi, yang merupakan
kemampuan untuk menerapkan struktur bahasa dalam membentuk ujaran yang benar
dan untuk mengatahui kapan, dimana, dan kepada siapa ujaran itu digunakan.
Dalam pengajaran bahasa, kompetensi komunikasi lebih ditekankan pada fungsi
bahasa sebagai komunikasi dari pada kaidah-kaidah bahasa. Karena kaidah bahasa
hanya sebagai monitori suatu ujaran.[16]
Sebagai mana sosiolinguistik merupakan cabang dari linguistic yang mengkaji
bahasa secara fungsional (fungsi dari bahasa sendiri, antara lain: bartanya,
memohon, meminta izin, menjawab dll).
Dalam
penggunaan bahasa, penutur harus memperhatikan unsure-unsur yang terdapat dalam
tindak berbahasa dan kaitannya dengan atau pengaruhnya terhadap bentuk dan
pemilihan ragam bahasa. Dell Hymes, 1979 (dalam Nababan, 1991:7) mengatakan
bahwa dalam penggunaan bahasa ada delapan unsure yang harus diperhatikan dalam
penggunaan bahasa. Kedelapan unsure tersebut disingkat dengan akronim
“Speaking” (setting, participant, ends, act, sequences, key, intrumentalities,
norm, dan genre) dengan pengertian sebagai berikut:
a)
Setting dan scene,
berhubungan dengan latar atau tempat peristiwa tutur terjadi. Tempat peristiwa
tutur berkaitan dengan waktu bicara dan suasan, kapan, dan suasana yang tepat
untuk menggunakan tuturan.
b)
Participant, alat penafsir
yang menanyakan siapa saja pengguna bahasa (penutur, mitra tutur dan
pendengar).
c)
End, komponen tutur end
mengacu pada maksud dan tujuan yang ingin dicapai dalam aktivitas berbicara.
d)
Act Sequence,
berhubungan dengan bentuk dan isi suatu tuturan.
e)
Key, berhubungan dengan
manner, nada suara, sikap atau cara berbicara.
f)
Instrumentalis,
berhubungan dengan cannel/saluran dan bentuk bahasa yang digunakan untuk
menyampaikan pesan.
g)
Norms, berhubungan
dengan kaidah-kaidah tingkah laku dalam interaksi dan interpretasi. Norma
interaksi dicerminkan oleh tingkah social atau hubungan l
h)
Genre, merupakan
kategori yang dapat ditentukan lewat bentuk bahasa yang digunakan.[17]
Dalam
pengajaran bahasa arab sangat perlu diajarkan prinsip pragmatic dalam bahasa
arab. agar siswa bisa bagaimana berkomunikasi menggunakan bahasa arab sesuai
dengan konteksnya, serta memahamkan maksud kepada lawan bicara. Ataukah
ditempat atau situasi resmi ataukah tidak resmi, ataukah lebih tua ataukah
lebih muda dari kita.Ini sangat diperlukan agar komunikasi bisa berjalan dengan
lancar, efektif serta sesuai dengan maksud dan tujuan pembicaraan.
5.
Analisi Kontrastif dan
Analisis Kesalahan
a.
Analisis Kontrastif
Secara Etimologi: kata Kontrastif berasal dari kata
Contrastive, to contras yang mempunyai arti berbeda atau bertentangan. Dalam ”The
American College Dictionary” kata kontrastif diartikan dengan menempatkan dalam
oposisi atau pertentangan dengan tujuan memperlihatkan ketidaksamaan,
memperbandingkan dengan jalan memperhatikan pebedaan-perbedaan. Secara terminologi tarigan
menyatakan bahwa analisis kontrastif merupakan aktivitas atau kegiatan yang
mencoba membandingkan struktur B1 dengan struktur B2 untuk mengidentifikasi
perbedaan-perbedaan diantara kedua bahasa.[18] Sedangkan
Ahmad Thoimah mendefinisikan analisis kontranstif sebagai kegiatan yang mencoba
membandingkan antara dua bahasa atau lebih dengan menjelaskan aspek-aspek
perbedaan dan persamaan antara bahasa tersebut dengan tujuan untuk mengatasi
kesulitan-kesulitan yang terdapat dalam pembelajaran bahasa asing.[19]
Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan diatas
dapat disimpulkan bahwa analisis kontrastif merupakan bukan saja suatu kajian
terhadap unsur-unsur kebahasaan dan sistem kebahasaan antara bahasa pertama dan
bahasa kedua, tetapi juga untuk membandingkan dan mendiskripsikan latar
belakang budaya dari kedua bahasa tersebut yang hasilnya untuk keperluan
pengajaran bahasa kedua atau bahasa asing.
Dalam pengajaran bahasa asing khususnya bahasa arab kita
pastinya akan menemukan problematika dalam pengajarannya, yang salah satunya
adalah problematika dibidang kebahasaan. Diantaranya antara lain: kesulitan
dalam aspek bunyi (fonem-fonem bahasa arab yang tidak ada dalam bahasa indonesi ),
kesalahan dalam mendengarkan suara huruf yang berdekatan mahrajnya, adanya perbedaan antara yang didengar dengan yang ditulis (alif setelah
wawu jama’ فعلوا),
dll.[20]
Juga tidak akan lepas dari peristiwa interferensi (yang merupakan salah satu
topik dari pembahasan sosiolinguistik). Interferensi merupakan adanya perubahan
sistem satu bahasa yang diakibatkan bersentuhan dengan bahasa lain yang
dilakukan oleh penutur bilingual.[21]
Sejalan dengan itu untuk menemukan dan menggambarkan
problem yang dihadapi oleh para pembelajar bahasa asing dapat diadakan
perbandingan perbedaan di antara kedua bahasa itu, sehingga akhirnya dapat
membuat suatu diagnosis (ramalan) terhadap kemungkinan kesukaran para
pembelajar secara tepat kemudian dapat menerka dan menggambarkan pola-pola yang
akan menyebabkan kesukaran. Jadi dalam prakteknya, analisis kontrastif dapat
digunakan sebagai metode dalam pembelajaran bahasa kedua atau bahasa asing
(termasuk bahasa arab). Diantara metodenya meliputi:
1)
Langkah pertama,
membandingkan struktur bahasa ibu siswa dengan bahasa kedua, yangakan dipelajari
oleh siswa. Melalui perbandingan itu dapat diidentifikasi perbedaan antara struktur
bahasa ibu dengan bahasa kedua.
2)
Langkah kedua, berdasarkan
perbedaan struktur antara bahasa ibu dan bahasa kedua, guru dapat memprediksi
kesulitan belajar dan kesalahan berbahasa yang mungkin dialami dan diperbuat
oleh siswa dalam belajar bahasa kedua.
3)
Langkah ketiga, kesulitan
belajar dan kesalahan berbahasa yang telah diprediksi untuk dijadikan sebagai
landasan dalam memilih bahan menyusun bahan dan menentukan pemahaman bahan
pengajaran.
4)
Langkah keempat, guru memilih
cara-cara penyajian bahasa seperti:(1) peniruan, (2) pengulangan, (3) latihan
runtun, (4) penguatan.[22]
b.
Analisis kesalahan
Secara terminologi Nanik
Setyawati mendefinisikan kesalahan berbahasa sebagai penggunaan bahasa baik
secara lisan maupun tulisan yang menyimpang dari faktor-faktor penentu
komunikasi atau menyimpang dari norma kemasyarakatan dan menyimpang dari kaidah
tata bahasa yang dipakai. Yang dari pengertian diatas dapat kita lihat bahwa
dalam pengukuran kesalahan terdapat dua aspek pengukuran, yaitu: ukuran
faktor-faktor penentu dalam komunikasi (yang meliputi; tujuan, konteks,
peristiwa apa dll) dan ukuran faktor kaidah kebahasaan bahasa arab (yang
meliputi; kaidah nahwu, saraf dll). Jika kedua faktor tersebut tidak terpenuhi
maka dinamakan kesalahan berbahasa. Misalnya penggunaan kaidah ketatabahasaan
yang salah dalam penggunaan bahasa arab seperti: kata thariq-thariq yang
menunjukan arti kata jalan-jalan, dsb. [23]
Penyebab kesalahan
berbahasa sendiri terdapat tiga kemungkinan yaitu: (1) interferensi B1 tehadap
B2, (2) kekurang pahaman sang pemakai terhadap pemakaian bahasa arab yang
dipakainya. (3) pengajaran bahasa arab yang kurang tepat atau kurang sempurna.[24]
Jadi analisis bahasa dapat diartikan sebagai suatu prosedur kerja yang
digunakan oleh peneliti atau guru bahasa yang meliput kegiatan mengumpulkan
sampel kesalahan, mengidentifikasi kesalahan yang terdapat dalam sampel,
menjelaskan kesalahan tersebut dan mengevaluasi kesalahan tersebut.[25]
Analisis kesalahan berbahasa dapat juga ditujukan untuk mendeskripsikan
fenomena kesalahan berbahasa kedua akibat adanya interferensi B1 yang terjadi
pada perilaku bahasa pembelajar bahasa.
Dalam prakteknya, analisis
kesalahan dapat digunakan sebagai metode dalam pembelajaran bahasa kedua atau
asing (termasuk bahasa arab) agar dapat memudahkan guru dalam menemukan
kesalahan. Yang dari kesalahan tersebut kemudian didiagnosis. Diantara metode analisis
kesalahan tersebut meliputi:
1)
Mengumpulkan data berupa
kesalahan berbahasa yang dibuat oleh si pembelajar bahasa (siswa), misalnya
berupa hasil ulangan, karangan, atau percakapan.
2)
Mengidentifikasi dan
mengklasifikasikan kesalahan dengan cara mengenali dan memilah-milah kesalahan
berdasarkan kategori kebahasaan, misalnya kesalahan pelafalan, pembentukan
kata, penggabungan kata, dan penyusunan kalimat.
3)
Menyusun peringkat kesalahan,
seperti mengurutkan kesalahan berdasarkan frekuensi atau keseringannya.
4)
Menjelaskan kesalahan:
menggambarkan letak kesalahan, penyebab kesalahan, dan memberikan contoh yang
benar.
5)
Memprediksi atau meramalkan
tataran bahasa yang dipelajari yang potensial menyebabkan kesalahan.
6)
Meremedi kesalahan, mengatasi
kesalahan, memperbaiki kesalahan, bila mungkin menghilangkan kesalahan melalui
penyusunan bahan yang tepat, buku pegangan yang baik, dan teknik pengajaran
yang serasi.[26]
6.
Prinsip – Prinsip
Pembelajaran Bahasa Asing ( Bahasa Arab )
Pembelajaran bahasa asing
sangatlah berbeda dengan pembelajaran bahasa asli. Oleh karenenya dalam
pemeblajaran bahasa asing juga mempunyai prinsip – prinsip pembelajaran yang
berbeda dengan prinsip pembelajaran bahasa asli. Dalam pembelajaran bahasa asing
terdapat dua tokoh yang menjadi rujukan dalam pembelajajaran bahasa asing,
yaitu; Harold Palmer dan Robert lado. Dalam pembeljaran bahasa asing Harold
palmer menyatakan bahwa ada semblilan prinsip pembelajaran bahasa asing[27],
sedangkan Robert Lado setidaknya memberikan tujuh belas prinsip[28].
Bahasa dalam kajian
linguistik lebih menitik beratkan pada aspek ujaran, bukan pada aspek tulisan.
Bahasa sebagai alat salah satu media komunikasi menyebabkan pembelajaran yang
diselenggarakan dalam pembelajaran bahasa lebih menitikberatkan pada penguasaan
kemampuan berbahasa secara baik, baik secara aktif maupun pasif. Melihat tujuan
tersebut maka prinsip yang digunakan dalam pembelajaran bahasa asing ( bahasa
arab ) haruslah sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Adapun prinsip – prinsip
pengajaran bahasa arab yang dipakai dalam pembelajaran bahasa arab adalah
sebagai berikut;
(1) Prinsip ujaran sebelum
tulisan, Pembelajaran bahasa arab hendaknya dilakukan dengan melatih kemampuan
pendengaran (istima’) percakapan (kalam) terlebih dahulu kemudian berlanjut
pada kemampuan membaca ( qira’ah ) dan menulis (kitabah). Dalam prinsip ini
pembelajaran bahasa arab menitik beratkan pada kemampuan kalam dan
istima’terlebih dahulu baru dilanjutkan ke kompetensi yang lain. (2) Prinsip kalimat-kalimat
dasar, Prinsip ini menyatakan bahwa pembelajaran bahasa arab dilakukan dengan
penguasaan kalimat-kalimat dasar terlebih dahulu secermat mungkin disertai
dengan pengertiannya. Penguasaan bahasa arab akan lebih mudah tercapai jika
dilakukan dengan penguasaan kalimat sederhana terlebih dahulu. Karena
kebanyakan kalimat bahasa akan tersusun dari kalimat dasar tersebut, misalnya
dengan penguasaan kalimat fi’liyyah dan ismiyyah. (3) Prinsip pola sebagai kebiasaan, Prinsip
menyatakan pembelajaran bahasa arab dengan penggunaan pola – pola sebagai
kebiasaan melalui praktek pola. Misalnya penggunana pola kalimat ismiyah yang
terdiri dari kata kerja (isim) dan kata yang lain (baik isim atau fail). (4) Prinsip
sistem bunyi untuk digunakan, Prinsip ini menyatakan bahwa pembelajaran bahasa
arab dilakukan dengan cara demonstrasi, tiruan, bantuan, kontras dan drill dari
para siswa dalam pengucapan bahasa arab. (5) Prinsip – prinsip kontrol
vokabulari, Pembelajaran bahasa arab dilakukan dengan pemberian vokabulari yang
sesuai dengan tingkatan kemampuan, tidak memaksakan penguasaan vokabulari yang
berlebihan. (6) Prinsip pengajaran problema – problema, Pembelajaran bahasa
arab dilakukan dengan memperhatikan perbedaan pola – pola dan unit – unit yang
berbda antara bahasa arab dan bahasa indonesia, misal tidak adanya pembedaan
waktu dalam struktur kata bahasa Indonesia, hal ini berbeda dengan bahasa arab
yang menunjukkan waktu dengan penggunaan madli dan mudlore’. (7) Prinsip
tulisan sebagai pencatat ujaran, Bacaan dan tulisan merupakan usaha penyajian
grafis unit dan pola bahasa yang telah diketahui. (8) Prinsip pola – pola
bertahap, Pembelajaran bahasa arab dilakukan dengan menanamkan sistem baru dari
kebiasaan yang serba kompleks, dan kebiasaan itu dapat dikuasai dengan perlahan
– lahan. Untuk pembelajaran bahasa arab dilkakukan dengan cara berangsur –
angsur dan dalam langkah yang komulatif bertahap. (9) Prinsip bahasa versus
terjemahan, Bahasa bukan lah terjemah, terjemah merupakan ketrampilan lain dari
berbahasa. Terjemah akan dapat dikuasai dengan baik jika sudah dapat menguasai
bahasa arab dengan baik pula. (10) Prinsip bahasa baku otentik, Pembelajaran
bahasa arab dilakukan dengan memandang bahasa baku yang dipakai oleh para
pemakai aslinya yang terpelajar. Yang mana dalam bahasa arab merupakan bahasa
arab fusha. (11) Prinsip praktek, Pembelajaran bahasa arab hendaklah dilakukan
dengan mempersbanyak praktek berbahasa arab secara banyak. Hal ini karena
bahasa arab merupakan bentuk dari ketrampilan dari kebiasaan bukan sekedar
keterangan maupun teori. (12) Prinsip pembentukan jawaban – jawaban,
Pembelajaran bahasa arab dilakukan untuk membentuk jawaban – jawaban atas
pertanyaan yang timbul dalam pembelajaran bahasa arab oleh para siswa. (13) Prinsip
kecepatan dan gaya, Bimbingan bagi para pelajar bahasa arab dalam berbahasa
arab dapat dilkukan sama dalam kecepatan dan gayanya jika ia berbahasa dengan
bahasa asliny. (14) Prinsip imbalan segera, Pembelajaran bahasa arab yang
dilakukan dengan sesegera mungkin membenarkan jawaban yang benar agar dapat
memotivasi pelajar dalam melakukan yang sama. (15) Prinsip sikap terhadap
target kebudayaan (target culture), Pengenalan identitas kebudayaan penutur
bahasa arab yang dipelajari oleh masyarakat tersebut, dan penumbuhan sikap
empati terhadapnya. Sehingga akan menimbulkan sikap positif terhadap bahasa
arab dari masyarakat tersebut. (16) Prinsip isi, Pengajaran isi ( segala
sesuatu yang dipelajari atau meteri ) seperti yang telah berkembang dalam
kebudayaan tempat bahasa arab diucapkan secara asli, atau dengan kata lain
sesuai dengan perkembangan bahasa arab di dunia arab saat ini. (17) Prinsip
belajar sebagai belajar yang kritis.[29]
KESIMPULAN
Selain faktor kebahasaan, kebudayaan, sosial, dan etnis
menjadi variable pembelajaran bahasa, asas psikologis anak didik dan materi
linguistikpun menjadi variable yang ikut menentukan keberhasilan pembelajaran
bahasa. Sedangkan
tujuan dari pembelajaran bahasa sendiri antara lain: keilmuan, institusi,
pragmatis dan ideologis polotik. Hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran
B2 adalah sudah menguasainya anak didik terhadap B1, karena bila belum
menguasai akan mempersulit anak didik dalam mempelajari B2. Apalagi B2 yang
tidak serumpun dengan B1. Dalam prakteknya berkomukasi dibutuhkan sebuah
pragmatic agar komunikasi berjalan sesuai dengan maksud dan tujuannya. Yang
dari pragmatic sendiri harus mencakup setidaknya delapan unsure “speaking” (setting,
participant, ends, act, sequences, key, intrumentalities, norm, dan genre).
Dalam pengajaran B2 anakon dan anakes dapat pula digunakan sebagai metode
dengan langkah-langkah sebagaimana tertera diatas. Sedangkan mengenai prinsip
pembelajaran bahasa arab haruslah sesuai dengan tujuan yang diinginkan
sebagaimana kita bisa menggunakan tujuh belas unsure seperti yang telah
disebutkan diatas pula.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul
Chaer, Leoni Agustina. Sosiolinguistik. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2004
Aslinda, Leny Syafyahya. Pengantar
Sosiolinguistik. Bandung: PT Refika Aditama. 2007.
Mohammad Syarif Hidayatullah,
Abdullah. Pengantar Linguistic Bahasa Arab (Klasik Modern). Jakarta: UIN
Jakarta. 2010.
Mu’in, Abdul. Analisis
Kontrastif Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia (Telaah terhadap Fonetik dan
Morfologi). Jakarta: PT. Pustaka Al Husna Baru. 2004.
Nababan. Sosiolinguistik. Jakarta: PT Gramedia.
1984.
Setyawati, Nanik. Analisi
Kesalahan Berbahasa Indonesia. Surakarta: Yuma Pustaka. 2010.
Tarigan, Henri Guntur. Pengajaran
Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung: Penerbit Angkasa. 1988.
Tarigan, Henry Guntur. Pengajaran
Analisis Kontrastif Bahasa. Bandung: Angkasa. 1992.
Thoimah, Ahmad. Tt. Ta’lim
Al Lughah Al Arabiyah An Natiqin Biha. Mesir: Isiko.
Habibi
Muhammad Luthfi, Power Point Ke 13.
http://mystart.incredibar.com/MB162/?a=6R8xkvzXKW.
Attachment:/1/Analisis-Kesalahan-Dalam-Pembelajaran.Html.
Http://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Pragmatika.
[1] Http://Www.Jurnallingua.Com/Edisi-2007/7-Vol-1-No-1/51-Urgensi-Dan-Kontribusi-Sosiolinguistik-Dalam-Linguistik-Edukasional.Html. Diakses Tanggal 10 January 2013, Pukul
09:27.
[3] Http://Anick-Tugaskelompok2.Blogspot.Com/2011/12/Komponen-Dan-Variabel-Pembelajaran.Html. Diakses Tanggal 10 January 2013, Pukul
09:46. WIB.
[4] Keterangan Tambahan Dari Bpk Habibi
Saat Mata Kuliyah Sosiolinguistik Pada Pertemuan Ke 13.
[5] Abdul Chaer Dan Leony, Sosiolinguistik…
Hlm 205
[10] Power Point Sosiolinguistik Bpk Habibi,
pertemuan ke 13.
[11]Abdul Chaer Dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik…
Hlm 215-216
[12] Abdul Chaer Dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik…
Hlm 220
[14] Mohammad Syarif Hidayatullah Dan
Abdullah, Pengantar Linguistic Bahasa Arab (Klasik Modern), (Jakarta:
UIN Jakarta, 2010), Hlm 143.
[15] Power Point Sosiolinguistik Bpk Habibi,
pertemuan ke 13.
[16] Ibid
[17] Aslinda Dan Leny Syafyahya, Pengantar
Sosiolinguistik, (Bandung: PT Refika Aditama, 2007), Hlm 9-10.
[18] Henry Guntur Tarigan, Pengajaran
Analisis Kontrastif Bahasa, (Bandung: Angkasa, 1992), Hlm 4.
[19] Ahmad Thoimah, Ta’lim Al Lughah Al
Arabiyah An Natiqin Biha,(Mesir: Isiko), Hlm 51.
[20] Abdul Mu’in, Analisis
Kontrastif Bahasa Arab dan Bahasa
Indonesia, (Jakarta: PT Pustaka Al Husna Baru, 2004), Hlm 40-41.
[21] Abdul Chaer, Leoni, Sosiolinguistik…
Hlm 120.
[22] Http://Mystart.Incredibar.Com/Mb162/?A=6r8xkvzxkw. Diakses Tanggal 14 January 2013, Pukul
10:07. WIB.
[23] Nanik Setyawati, Analisi Kesalahan
Berbahasa Indonesia, (Surakarta: Yuma Pustaka, 2010), Hlm: 10.
[24] Ibid, Hlm: 11.
[25] Henri Guntur Tarigan, Pengajaran … Hal. 68.
[26]
Attachment:/1/Analisis-Kesalahan-Dalam-Pembelajaran.Html. Diakses Tanggal 12
January 2013, Pukul 10:14 WIB.
[27] Prinsip – Prinsip Pembelajaran Bahasa Asing Harold Palmer
Yaitu;Pertama; Persiapan Awal (Initial Preparation); Kedua; Kecermatan
(Accusary); Ketiga; Membentuk Kebiasaan Baru Dan Memanfaatkan
Kebiasaan Lama; Keempat; Bertahap (Gradation); Kelima; Keseimbangan
(Proporsion); Keenam; Kekongkritan (Concreteness); Ketujuh;
Minat (Interest); Kedelapan; Rational Order Of Progression; Kesembilan;
Multi Pendapatan (The Multiple Line Of Aproach).
[28] Prinsip Pembelajaran Robert Lado Yaitu ;
Ujaran Sebelum Tulisan, Kalimat – Kalimat Dasar, System Bunyi Untuk Digunakan,
Control Vokabulari, Pengajaran Problem – Problem, Tulisan Sebagai Pencatat
Ujaran, Praktek Bahasa Versusu Terjamahan, Bahasa Baku Otentik, Pembentukan
Jawaban – Jawaban, Kecepatan Dan Gaya, Imbalan Segera, Sikap Terhadap Target
Kebudayaan, Isi, Belajar Sebagai Hasil Kebudayaan.
[29] Abdul Mu’in, Analisis Kontrastif … Hlm
138-150.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar