Senin, 03 Desember 2012

model pengembangan kurikulum


MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM

PENDAHULUAN
Peranan kurikulum dalam pembelajaran tidak dapat terlepas dari hubungan antara dua aspek, yakni kurikulum dan pembelajaran. Peranan tersebut memiliki implikasi dalam perkembangan pendidikan secara umum dan khusus. Melalui berbagai implikasi yang dihasilkan, bermunculan pula serangkaian model pengembangan yang disarankan sebagai peningkat keberhasilan mutu pendidikan. Model pengembangan kurikulum dan pembelajaran muncul dari adanya keterkaitan yang relatif menurut beberapa ahli. Dengan berbagai teori yang dikemukakan, pengaruh kurikulum dan pembelajaran berdampak sangat relatif berdasarkan teori yang digunakan. Meskipun demikian, terdapat benang merah antara kurikulum dan pembelajaran dalam model manapun, karena pada hakikatnya kedua aspek tersebut tidak terpisahkan.
Berdasarkan pernyataan diatas, urgensi pengetahuan tentang model pengembangan kurikulum dan pembelajaran sangat tinggi terutama pada pelaku pendidikan mulai dari pejabat pembuat kurikulum hingga tenaga pengajar dan peserta didik. Karena kegiatan pengembangan kurikulum sekolah memerlukan model yang dijadikan lambang teroritis untuk melaksanakan suatu kegiatan. Dan dalam kegiatan pengembangan kurikulum, model merupakan ulasan teoritis tentang proses pengembangan kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula hanya mencakup salah satu komponen kurikulum. Oleh karena itu, makalah dengan judul “Model Pengembangan Kurikulum” ini menjelaskan tentang pengertian model-model pengembangan kurikulum, macam-macam serta langkah-langkah model pengembangan kurikulum diharapkan mampu menjadi reverensi tambahan dalam kajian telaah kurikulum ke depan bagi dunia pendidikan.

PEMBAHASAN
1.      Pengertian Model-Model Pengembangan Kurikulum
Model adalah abstraksi dunia nyata atau representasi peristiwa kompleks atau sistem, matematis, grafis, serta lambang-lambang lainnya. Model bukanlah realitas, akan tetapi merupakan representasi realitas yang dikembangkan dari keadaan. Dengan demikian, model pada dasarnya berkaitan dengan rancangan yang dapat digunakan untuk menerjemahkan sesuatu sarana untuk mempermudah berkomunikasi, atau sebagai petunjuk yang bersifat perspektif untuk mengambil keputusan, atau sebagai petunjuk perencanaan untuk kegiatan pengelolaan.[1] Jadi dapat disimpulkan bahwa Pengembangan Model Kurikulum adalah suatu sistem dalam bentuk naratif, matematis, grafis, serta lambang-lambang dalam penyusunan kurikulum yang baru ataupun penyempurnaan kurikulum yang telah ada yang memberikan relevansi pada masa mendatang.
Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum, pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikanya serta kemungkinan tercapainya hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengelolaan pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang digunakan. Model pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan dan pengelolaan yang sifatnya sentralisasi berbeda dengan desentralisasi. Model pengembangan dalam kurikulum yang sifatnya subjek akademis berbeda dengan kurikulum humanistik, teknologis dan rekontruksi sosial.
2.      Macam-Macam Model Pengembangan Kurikulum
Banyak model-model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum, setidak-tidaknya dikenal delapan model pengembangan kurikulum. Diantaranya: the administrative model, the grass roots model, beauchamp’s system, the demonstration model, taba’s inverted model, roger’s interpersonal relations model, the systematic action research model dan emerging tehnical model.[2]
A.     The Administrative Model
Model pengembangan kurikulum ini merupakan model paling lama dan paling banyak dikenal. Diberi nama model administratif atau line staf, karena inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari para administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Dengan wewenang administrasinya, administrator pendidikan membentuk suatu komisi atau tim pengarah pengembangan kurikulum. Anggota-anggota tim ini terdiri atas, pejabat dibawahnya, para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan para tokoh dari dunia kerja dan perusahaan. tugas tim ini adalah merumuskan konsep-konsep dasar, landasan-landasan, kebijaksanaan dan strategi utama dalam pengembangan kurikulum.[3]
Adapun langkah-langkah sebagai berikut:
a.       Administrator pendidikan (pemimpin) membentuk komisi pengarah.
b.      Komisi pengarah bertugas merumuskan rencana umum, mengembangkan prinsip-prinsip sebagai pedoman, dan menyiapkan suatu pernyataan filosofi dan tujuan-tujuan untuk seluruh wilayah sekolah.
c.       Membentuk komisi kerja pengembangan kurikulum yang bertugas mengembangkan kurikulum secara operasional mencakup keseluruhan komponen kurikulum dengan mempertimbangkan landasan dan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum.
d.      Komisi pengarah memeriksa hasil kerja dari komisi kerja dan menyempurnakan bagian-bagian tertentu bila dianggap perlu.[4]

B.     The Grass Roots Model
Model pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi datang dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Dalam model pengembangan Grass Roots seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum. Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang studi atau seluruh bidang studi dan keseluruhan komponen kurikulum. Apabila kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru-guru, fasilitas, biaya maupun bahan-bahan kepustakaan, pengembangan kurikulum Grass Roots Model akan lebih baik. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu kebutuhan kelasnya, oleh karena itu dialah yang paling berkompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya.
Pengembangan kurikulum yang bersifat Grass Roots Model mungkin hanya berlaku untuk bidang studi tertentu atau sekolah tertentu tetapi mungkin pula dapat digunakan untuk bidang studi sejenis pada sekolah lain, atau keseluruhan bidang studi pada sekolah atau daerah lain. Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralisasi dengan model grass rootsnya, memungkinkan terjadinya kompetisi di dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan yang pada giliranya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih mandiri dan kreatif.[5]
Langkah-langkahnya:
a. Inisiatif pengembangan datangnya dari bawah (para pengajar).
b. Tim pengajar dari beberapa sekolah ditambah nara sumber lain dan orang tua peserta didik atau masyarakat luas yang relevan.
c. Pihak atasan memberikan bimbingan dan dorongan.
d. Untuk pemantapan konsep pengembangan yang telah dirintisnya diadakan lokakarnya untuk mencari input yang diperlukan.[6]
C.     beauchamp’s System
Model ini dikembangkan oleh Beauchamp, seorang ahli kurikulum. Ia mengemukakan lima hal dalam pengembangan suatu kurikulum, yakni:
a.       Menetapkan wilayah atau arena yang akan melakukan perubahan suatu kurikulum.
b.      Menetapkan orang-orang yang akan terlibat dalam proses pengembangan kurikulum.
c.       Menetapkan prosedur yang akan ditempuh, yaitu dalam hal merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus, memilih isi dan pengalaman belajar serta menetapkan evaluasi.
d.      implementasi kurikulum, merupakan langkah mengimplementasikan atau melaksanakan kurikulum yang bukan sesuatu yang sederhana, sebab membutuhkan kesiapan yang menyeluruh, baik kesiapan guru-guru, siswa, fasilitas, bahan maupun biaya, disamping kesiapan manajerial dari pimpinan sekolah atau administrator setempat.
e.       Evaluasi kurikulum. yang minimal mencakup empat hal, yaitu: evaluasi tentang pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru, evaluasi desain kurikulum, evaluasi hasil belajar siswa serta evaluasi dari keseluruhan system kurikulum.[7]
D.    The Demonstration Model
Model demonstrasi pada dasarnya bersifat grass roots, datang dari bawah. Model ini diprakarsai oleh sekelompok guru atau sekelompok guru bekerja sama dengan ahli yang bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum.  Model ini umumnya berskala kecil, hanya mencakup suatu atau beberapa sekolah, suatu kompenen kurikulum atau mencakup keseluruhan komponen kurikulum. Karena sikap ingin merubah atau mengganti kurikulum yang ada, pengembangan kurikulum sering mendapat tantangan dari pihak-pihak tertentu.
Keunggulan dari pengembangan kurikulum model demonstrasi ini, yaitu:
1.      Memungkinkan untuk menghasilkan suatu kurikulum atas aspek tertentu dari kurikulum yang lebih praktis.
2.      Jika dilakukan dalam skala kecil, resistensi dari administrator kemungkinan relatif kecil, dibandingkan dengan perubahan yang berskala besar dan menyeluruh.
3.      Dapat menembus hambatan yang sering dialami yaitu dokumen kurikulumnya bagus, tetapi pelaksanaannya tidak ada.
4.      Menempatkan guru sebagai pengambil insiatif yang dapat menjadi pendorong bagi para administrator untuk mengembangkan program baru.
Sedangkan kelemahan model ini adalah bagi guru-guru yang tidak turut berpartisipasi mereka akan enggan-enggan. Dalam keadaan terburuk mungkin akan terjadi apatisme.[8]
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1.      Staf pengajar pada suatu sekolah menemukan suatu ide pengembangan dan ternyata hasilnya dinilai baik
2.      Kemudian hasilnya disebarluaskan di sekolah sekitar.[9]
E.     Taba’s Inverted Model
Taba berpendapat cara yang bersifat tradisional pengembangan kurikulum yang dilakukan secara deduksi kurang cocok, sebab tidak merangsang timbulnya inovasi-inovasi. Menurut pengembangan kurikulum yang lebih mendorong inovasi dan kreativitas guru-guru adalah bersifat induktif, yang merupakan inversi atau arah terbalik dari model tradisional.
            Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1.      Menghasilkan unit-unit percobaan melalui langkah-langkah: (1) mendiagnosis kebutuhan; (2) merumuskan tujuan-tujuan khusus; (3) memilih isi; (4) mengorganisasi isi; (4) memilih pengalaman belajar; (5) mengorganisasi pengalaman belajar; (5) mengevaluasi; dan (6) melihat sekuens dan keseimbangan
2.      Menguji coba unit eksperimen untuk memperoleh data dalam rangka menemukan validitas dan kelayakan penggunaannya.
3.      Mengadakan revisi dan konsolidasi unit-unit eksperimen berdasarkan data yang diperoleh dalam uji coba.
4.      Mengembangkan seluruh kerangka kurikulum. [10]
F.     Roger’s Interpersonal Relation Model
Meskipun roger bukan seorang ahli pendidikan melainkan seorang ahli psikologi atau psikoterapi, tetapi konsep-konsepnya tentang psikoterapi khususnya bagaimana membimbing individu juga dapat diterapkan dalam bidang pendidikan dan pengembangan kurikulum, ia banyak mengemukakan konsep tentang perkembangan dan perubahan individu. Menurut Rogers manusia berada dalam proses perubahan, sesungguhnya ia mempunyai kekuatan dan potensi untuk berkembang sendiri, tetapi karena ada hambatan-hambatan tertentu ia membutuhkan orang lain untuk membantu memperlancar atau mempercepat perubahan tersebut. Guru serta pendidik lainnya bukan pemberi informasi apalagi penentu perkembangan anak, mereka hanyalah pendorong dan pemelancar perkembangan anak.
Ada empat langkah pengembangan kurikulum model Rogers, yaitu:
1.      Pemilihan target dari sistem pendidikan; di dalam penentuan target ini satu-satunya kriteria yang menjadi pegangan adalah adanya kesediaan dari pejabat pendidikan/administrator untuk turut serta dalam kegiatan kelompok secara intensif. Selama satu minggu pejabat pendidikan/administrator melakukan kegiatan kelompok dalam suasana relaks, tidak formal.
2.      Partisipasi guru dalam pengalaman kelompok yang intensif secara sukarela. Lama kegiatan satu minggu atau kurang.
3.      Pengembangan pengalaman kelompok yang intensif untuk satu kelas atau unit pelajaran. Selama lima hari penuh peserta didik ikut serta dalam kegiatan kelompok dengan fasilitator guru atau administrator atau fasilitator dari luar.
4.      Partisipasi orang tua dalam kegiatan kelompok yang dikoordinasi oleh Komite Sekolah masing-masing sekolah. Lama kegiatan kelompok tiga jam tiap sore hari selama seminggu atau 24 jam secara terus menerus. Kegiatan ini bertujuan memperkaya orang-orang dalam hubungannya dengan sesama orang tua, dengan anak, dan dengan guru.[11]
G.    The Systemaic Action-Research Model
Model kurikulum ini didasarkan pada asumsi perkembangan kurikulum merupakan perubahan social. Hal itu mencakup suatu proses yang melibatkan kepribadian orang tua, siswa guru, struktur system sekolah, pola hubungan pribadi dan kelompok dari sekolah dan masyarakat. Sesuai asumsi tersebut model ini menekankan pada tiga hal: hubungan insani, sekolah dan organisasi masyarakat, serta wibawa dari pengetahuan professional. 
Kurikulum dikembangkan dalam konteks harapan masyarakat,  orang tua, siswa, guru dan lain sebagainya, mempunyai pandangan tentang bagaimana pendidikan, bagaimana anak belajar, dan bagaimana peran kurikulum dalam pendidikan dan pengajaran. Penyusunan kurikulum harus memasukkan harapan-harapan masyarakat, dan salah satunya adalah action research.[12]
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1.  Dirasa adanya problem proses belajar mengajar di sekolah yang perlu diteliti.
2.  Mencari sebab-sebab terjadinya problem dan sekaligus dicari pemecahannya. Kemudian menentukan putusan apa yang perlu diambil sehubungan dengan masalah yang timbul tersebut.
3.  Melaksanakan putusan yang telah diambil.[13]
H. Emerging Technical Models
Suatu model pengembangan kurikulum yang dipengaruhi oleh perkembangan iptek serta nilai efisiensi dan efektivitas dalam bisnis.[14] Karena perkembangan bidang teknologi dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai efisiensi dan efektivitas dalam bisnis, juga mempengaruhi perkembangan model kurikulum. Tumbuh kecenderungan-kecenderungan baru yang didasarkan atas hal itu, diantaranya :
1) The Behavioral Analysis Model. Menekankan penguasaan perilaku atau kemampuan. Suatu perilaku / kemampuan yang kompleks diuraikan menjadi perilaku yang sederhana yang tersusun secara hirarkis.
2) The System Analysis Model. Berasal dari gerakan efisiensi bisnis. Langkah pertama model ini adalah menentukan spesifikasi perangkat hasil belajar yang harus dikuasi siswa. Langkah kedua menyusun instrumen untuk menilai ketercapaian hasil belajar tersebut. Langkah ketiga mengidentifikasi tahap-tahap hasil yang dicapai serta perkiraan biaya yang diperlukan. Langkah keempat membandingkan biaya dan keuntungan dari beberapa program pendidikan.
3) The Computer-Based Model. Suatu pengembangan kurikulum dengan memanfaatkan komputer. Pengembangannya dimulai dengan mengidentifikasi seluruh unit kurikulum, tiap unit kurikulum telah memiliki rumusan tentang hasil yang diharapkan. Kepada para siswa dan guru diminta untuk melengkapi pertanyaan tentang unit kurikulum tersebut. Stelah diadakan pengolahan disesuaikan dengan kemampuan dan hasil belajar siswa disimpan dalam komputer.[15]
KESIMPULAN
Jadi dapat disimpulkan bahwa Pengembangan Model Kurikulum adalah suatu sistem dalam bentuk naratif, matematis, grafis, serta lambang-lambang dalam penyusunan kurikulum yang baru ataupun penyempurnaan kurikulum yang telah ada yang memberikan relevansi pada masa mendatang. Adapun model-model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum, setidak-tidaknya dikenal delapan model pengembangan kurikulum. Diantaranya: the administrative model, the grass roots model, beauchamp’s system, the demonstration model, taba’s inverted model, roger’s interpersonal relations model, the systematic action research model dan emerging tehnical model.

DAFTAR PUSTAKA
Syaodih Sukmadinata, Nana. 1997. Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Dakir. 2010. Perencanaan Dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta,.
http://deryjamaluddin.page.tl/Model-Perkembangan-Kurikulum.htm.


[2] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktek, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997), Hlm 161
[3] Nana syaodih sukmadinata, ibid, hlm 161
[5]  Nana syaodih sukmadinata, ibid, hlm 163
[7]  Nana syaodih sukmadinata, ibid, hlm 164
[8]  Nana syaodih sukmadinata, ibid, hlm 165-166
[10]  Nana syaodih sukmadinata, ibid, hlm 166-167


[11] Nana syaodih sukmadinata, ibid, hlm 167-168
[12] Nana syaodih sukmadinata, ibid, hlm 169-170
[13] H. Dakir, Perencanaan Dan Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), Hlm 108.
[14] http://deryjamaluddin.page.tl/Model-Perkembangan-Kurikulum.htm. diakses tanggal 3 nofember 2010 pukul 11.16 WIB
[15] Nana syaodih sukmadinata, ibid, hlm 170.