MODEL-MODEL
PENGEMBANGAN KURIKULUM
PENDAHULUAN
Peranan
kurikulum dalam pembelajaran tidak dapat terlepas dari hubungan antara dua
aspek, yakni kurikulum dan pembelajaran. Peranan tersebut memiliki implikasi
dalam perkembangan pendidikan secara umum dan khusus. Melalui berbagai
implikasi yang dihasilkan, bermunculan pula serangkaian model pengembangan yang
disarankan sebagai peningkat keberhasilan mutu pendidikan. Model pengembangan
kurikulum dan pembelajaran muncul dari adanya keterkaitan yang relatif menurut
beberapa ahli. Dengan berbagai teori yang dikemukakan, pengaruh kurikulum dan
pembelajaran berdampak sangat relatif berdasarkan teori yang digunakan.
Meskipun demikian, terdapat benang merah antara kurikulum dan pembelajaran
dalam model manapun, karena pada hakikatnya kedua aspek tersebut tidak
terpisahkan.
Berdasarkan
pernyataan diatas, urgensi pengetahuan tentang model pengembangan kurikulum dan
pembelajaran sangat tinggi terutama pada pelaku pendidikan mulai dari pejabat
pembuat kurikulum hingga tenaga pengajar dan peserta didik. Karena kegiatan
pengembangan kurikulum sekolah memerlukan model yang dijadikan lambang
teroritis untuk melaksanakan suatu kegiatan. Dan dalam kegiatan pengembangan
kurikulum, model merupakan ulasan teoritis tentang proses pengembangan
kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula hanya mencakup salah satu komponen
kurikulum. Oleh karena itu, makalah dengan judul “Model Pengembangan Kurikulum”
ini menjelaskan tentang pengertian model-model pengembangan kurikulum, macam-macam
serta langkah-langkah model pengembangan kurikulum diharapkan mampu menjadi
reverensi tambahan dalam kajian telaah kurikulum ke depan bagi dunia
pendidikan.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Model-Model
Pengembangan Kurikulum
Model
adalah abstraksi dunia nyata atau representasi peristiwa kompleks atau sistem,
matematis, grafis, serta lambang-lambang lainnya. Model bukanlah realitas, akan
tetapi merupakan representasi realitas yang dikembangkan dari keadaan. Dengan demikian,
model pada dasarnya berkaitan dengan rancangan yang dapat digunakan untuk
menerjemahkan sesuatu sarana untuk mempermudah berkomunikasi, atau sebagai
petunjuk yang bersifat perspektif untuk mengambil keputusan, atau sebagai
petunjuk perencanaan untuk kegiatan pengelolaan.[1]
Jadi dapat disimpulkan bahwa Pengembangan Model Kurikulum adalah suatu sistem
dalam bentuk naratif, matematis, grafis, serta lambang-lambang dalam penyusunan
kurikulum yang baru ataupun penyempurnaan kurikulum yang telah ada yang
memberikan relevansi pada masa mendatang.
Banyak
model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum, pemilihan suatu model
pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan
kebaikan-kebaikanya serta kemungkinan tercapainya hasil yang optimal, tetapi
juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengelolaan
pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang digunakan. Model
pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan dan pengelolaan yang sifatnya
sentralisasi berbeda dengan desentralisasi. Model pengembangan dalam kurikulum
yang sifatnya subjek akademis berbeda dengan kurikulum humanistik, teknologis
dan rekontruksi sosial.
2.
Macam-Macam Model
Pengembangan Kurikulum
Banyak
model-model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum, setidak-tidaknya
dikenal delapan model pengembangan kurikulum. Diantaranya: the administrative
model, the grass roots model, beauchamp’s system, the demonstration model,
taba’s inverted model, roger’s interpersonal relations model, the systematic
action research model dan emerging tehnical model.[2]
A.
The
Administrative Model
Model
pengembangan kurikulum ini merupakan model paling lama dan paling banyak
dikenal. Diberi nama model administratif atau line staf, karena inisiatif dan
gagasan pengembangan datang dari para administrator pendidikan dan menggunakan
prosedur administrasi. Dengan wewenang administrasinya, administrator
pendidikan membentuk suatu komisi atau tim pengarah pengembangan kurikulum.
Anggota-anggota tim ini terdiri atas, pejabat dibawahnya, para ahli pendidikan,
ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan para tokoh dari dunia kerja dan
perusahaan. tugas tim ini adalah merumuskan konsep-konsep dasar,
landasan-landasan, kebijaksanaan dan strategi utama dalam pengembangan kurikulum.[3]
Adapun
langkah-langkah sebagai berikut:
a.
Administrator
pendidikan (pemimpin) membentuk komisi pengarah.
b.
Komisi pengarah bertugas
merumuskan rencana umum, mengembangkan prinsip-prinsip sebagai pedoman, dan
menyiapkan suatu pernyataan filosofi dan tujuan-tujuan untuk seluruh wilayah
sekolah.
c.
Membentuk komisi kerja
pengembangan kurikulum yang bertugas mengembangkan kurikulum secara operasional
mencakup keseluruhan komponen kurikulum dengan mempertimbangkan landasan dan
prinsip-prinsip pengembangan kurikulum.
d.
Komisi pengarah
memeriksa hasil kerja dari komisi kerja dan menyempurnakan bagian-bagian
tertentu bila dianggap perlu.[4]
B.
The
Grass Roots Model
Model
pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif dan upaya
pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi datang dari bawah, yaitu
guru-guru atau sekolah. Dalam model pengembangan Grass Roots seorang guru,
sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya
pengembangan kurikulum. Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan
dengan suatu komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang studi atau seluruh
bidang studi dan keseluruhan komponen kurikulum. Apabila kondisinya telah
memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru-guru, fasilitas, biaya maupun
bahan-bahan kepustakaan, pengembangan kurikulum Grass Roots Model akan lebih
baik. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana,
pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling
tahu kebutuhan kelasnya, oleh karena itu dialah yang paling berkompeten
menyusun kurikulum bagi kelasnya.
Pengembangan
kurikulum yang bersifat Grass Roots Model mungkin hanya berlaku untuk bidang
studi tertentu atau sekolah tertentu tetapi mungkin pula dapat digunakan untuk
bidang studi sejenis pada sekolah lain, atau keseluruhan bidang studi pada
sekolah atau daerah lain. Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralisasi
dengan model grass rootsnya, memungkinkan terjadinya kompetisi di dalam
meningkatkan mutu dan sistem pendidikan yang pada giliranya akan melahirkan
manusia-manusia yang lebih mandiri dan kreatif.[5]
Langkah-langkahnya:
a. Inisiatif pengembangan datangnya dari bawah
(para pengajar).
b. Tim pengajar dari beberapa sekolah ditambah
nara sumber lain dan orang tua peserta didik atau masyarakat luas yang relevan.
c. Pihak atasan memberikan bimbingan dan
dorongan.
d. Untuk pemantapan konsep pengembangan yang
telah dirintisnya diadakan lokakarnya untuk mencari input yang diperlukan.[6]
C.
beauchamp’s
System
Model
ini dikembangkan oleh Beauchamp, seorang ahli kurikulum. Ia mengemukakan lima
hal dalam pengembangan suatu kurikulum, yakni:
a. Menetapkan
wilayah atau arena yang akan melakukan perubahan suatu kurikulum.
b. Menetapkan
orang-orang yang akan terlibat dalam proses pengembangan kurikulum.
c. Menetapkan
prosedur yang akan ditempuh, yaitu dalam hal merumuskan tujuan umum dan tujuan
khusus, memilih isi dan pengalaman belajar serta menetapkan evaluasi.
d. implementasi
kurikulum, merupakan langkah mengimplementasikan atau melaksanakan kurikulum
yang bukan sesuatu yang sederhana, sebab membutuhkan kesiapan yang menyeluruh,
baik kesiapan guru-guru, siswa, fasilitas, bahan maupun biaya, disamping
kesiapan manajerial dari pimpinan sekolah atau administrator setempat.
e. Evaluasi
kurikulum. yang minimal mencakup empat hal, yaitu: evaluasi tentang pelaksanaan
kurikulum oleh guru-guru, evaluasi desain kurikulum, evaluasi hasil belajar
siswa serta evaluasi dari keseluruhan system kurikulum.[7]
D.
The
Demonstration Model
Model
demonstrasi pada dasarnya bersifat grass roots, datang dari bawah. Model ini
diprakarsai oleh sekelompok guru atau sekelompok guru bekerja sama dengan ahli
yang bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum. Model ini umumnya berskala
kecil, hanya mencakup suatu atau beberapa sekolah, suatu kompenen
kurikulum atau mencakup keseluruhan komponen kurikulum. Karena sikap ingin
merubah atau mengganti kurikulum yang ada, pengembangan kurikulum sering
mendapat tantangan dari pihak-pihak tertentu.
Keunggulan dari pengembangan kurikulum model
demonstrasi ini, yaitu:
1.
Memungkinkan untuk menghasilkan suatu kurikulum atas aspek tertentu dari
kurikulum yang lebih praktis.
2.
Jika dilakukan dalam skala kecil, resistensi dari administrator
kemungkinan relatif kecil, dibandingkan dengan perubahan yang berskala besar
dan menyeluruh.
3.
Dapat menembus hambatan yang sering dialami yaitu dokumen kurikulumnya
bagus, tetapi pelaksanaannya tidak ada.
4.
Menempatkan guru sebagai pengambil insiatif yang dapat menjadi pendorong
bagi para administrator untuk mengembangkan program baru.
Sedangkan
kelemahan model ini adalah bagi guru-guru yang tidak turut berpartisipasi
mereka akan enggan-enggan. Dalam keadaan terburuk mungkin akan terjadi
apatisme.[8]
Adapun
langkah-langkahnya sebagai berikut:
1.
Staf pengajar pada
suatu sekolah menemukan suatu ide pengembangan dan ternyata hasilnya dinilai
baik
2.
Kemudian hasilnya
disebarluaskan di sekolah sekitar.[9]
E.
Taba’s
Inverted Model
Taba
berpendapat cara yang bersifat tradisional pengembangan kurikulum yang
dilakukan secara deduksi kurang cocok, sebab tidak merangsang timbulnya
inovasi-inovasi. Menurut pengembangan kurikulum yang lebih mendorong inovasi
dan kreativitas guru-guru adalah bersifat induktif, yang merupakan inversi atau
arah terbalik dari model tradisional.
Adapun
langkah-langkahnya sebagai berikut:
1.
Menghasilkan unit-unit
percobaan melalui langkah-langkah: (1) mendiagnosis kebutuhan; (2) merumuskan
tujuan-tujuan khusus; (3) memilih isi; (4) mengorganisasi isi; (4) memilih
pengalaman belajar; (5) mengorganisasi pengalaman belajar; (5) mengevaluasi;
dan (6) melihat sekuens dan keseimbangan
2.
Menguji coba unit
eksperimen untuk memperoleh data dalam rangka menemukan validitas dan kelayakan
penggunaannya.
3.
Mengadakan revisi dan
konsolidasi unit-unit eksperimen berdasarkan data yang diperoleh dalam uji
coba.
4.
Mengembangkan seluruh
kerangka kurikulum. [10]
F.
Roger’s
Interpersonal Relation Model
Meskipun
roger bukan seorang ahli pendidikan melainkan seorang ahli psikologi atau
psikoterapi, tetapi konsep-konsepnya tentang psikoterapi khususnya bagaimana
membimbing individu juga dapat diterapkan dalam bidang pendidikan dan
pengembangan kurikulum, ia banyak
mengemukakan konsep tentang perkembangan dan perubahan individu. Menurut Rogers
manusia berada dalam proses perubahan, sesungguhnya ia mempunyai kekuatan dan
potensi untuk berkembang sendiri, tetapi karena ada hambatan-hambatan tertentu
ia membutuhkan orang lain untuk membantu memperlancar atau mempercepat
perubahan tersebut. Guru serta pendidik lainnya bukan pemberi informasi apalagi
penentu perkembangan anak, mereka hanyalah pendorong dan pemelancar
perkembangan anak.
Ada
empat langkah pengembangan kurikulum model Rogers, yaitu:
1.
Pemilihan target dari sistem pendidikan; di dalam penentuan target ini
satu-satunya kriteria yang menjadi pegangan adalah adanya kesediaan dari
pejabat pendidikan/administrator untuk turut serta dalam kegiatan kelompok
secara intensif. Selama satu minggu pejabat pendidikan/administrator melakukan
kegiatan kelompok dalam suasana relaks, tidak formal.
2.
Partisipasi guru dalam pengalaman kelompok yang intensif secara
sukarela. Lama kegiatan satu minggu atau kurang.
3.
Pengembangan pengalaman kelompok yang intensif untuk satu kelas atau
unit pelajaran. Selama lima hari penuh peserta didik ikut serta dalam kegiatan
kelompok dengan fasilitator guru atau administrator atau fasilitator dari luar.
4.
Partisipasi orang tua dalam kegiatan kelompok yang dikoordinasi oleh
Komite Sekolah masing-masing sekolah. Lama kegiatan kelompok tiga jam tiap sore
hari selama seminggu atau 24 jam secara terus menerus. Kegiatan ini bertujuan
memperkaya orang-orang dalam hubungannya dengan sesama orang tua, dengan anak,
dan dengan guru.[11]
G.
The
Systemaic Action-Research Model
Model kurikulum ini didasarkan
pada asumsi perkembangan kurikulum merupakan perubahan social. Hal itu mencakup
suatu proses yang melibatkan kepribadian orang tua, siswa guru, struktur system
sekolah, pola hubungan pribadi dan kelompok dari sekolah dan masyarakat. Sesuai
asumsi tersebut model ini menekankan pada tiga hal: hubungan insani, sekolah
dan organisasi masyarakat, serta wibawa dari pengetahuan professional.
Kurikulum dikembangkan dalam
konteks harapan masyarakat, orang tua,
siswa, guru dan lain sebagainya, mempunyai pandangan tentang bagaimana
pendidikan, bagaimana anak belajar, dan bagaimana peran kurikulum dalam
pendidikan dan pengajaran. Penyusunan kurikulum harus memasukkan
harapan-harapan masyarakat, dan salah satunya adalah action research.[12]
Adapun langkah-langkahnya
sebagai berikut:
1. Dirasa adanya problem proses belajar mengajar
di sekolah yang perlu diteliti.
2. Mencari sebab-sebab terjadinya problem dan
sekaligus dicari pemecahannya. Kemudian menentukan putusan apa yang perlu
diambil sehubungan dengan masalah yang timbul tersebut.
3. Melaksanakan putusan yang telah diambil.[13]
H.
Emerging Technical Models
Suatu model pengembangan
kurikulum yang dipengaruhi oleh perkembangan iptek serta nilai efisiensi dan
efektivitas dalam bisnis.[14]
Karena perkembangan bidang teknologi dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai
efisiensi dan efektivitas dalam bisnis, juga mempengaruhi perkembangan model
kurikulum. Tumbuh kecenderungan-kecenderungan baru yang didasarkan atas hal
itu, diantaranya :
1) The
Behavioral Analysis Model. Menekankan penguasaan perilaku atau kemampuan. Suatu
perilaku / kemampuan yang kompleks diuraikan menjadi perilaku yang sederhana
yang tersusun secara hirarkis.
2) The
System Analysis Model. Berasal dari gerakan efisiensi bisnis. Langkah pertama
model ini adalah menentukan spesifikasi perangkat hasil belajar yang harus
dikuasi siswa. Langkah kedua menyusun instrumen untuk menilai ketercapaian
hasil belajar tersebut. Langkah ketiga mengidentifikasi tahap-tahap hasil yang
dicapai serta perkiraan biaya yang diperlukan. Langkah keempat membandingkan
biaya dan keuntungan dari beberapa program pendidikan.
3) The
Computer-Based Model. Suatu pengembangan kurikulum dengan memanfaatkan
komputer. Pengembangannya dimulai dengan mengidentifikasi seluruh unit
kurikulum, tiap unit kurikulum telah memiliki rumusan tentang hasil yang
diharapkan. Kepada para siswa dan guru diminta untuk melengkapi pertanyaan
tentang unit kurikulum tersebut. Stelah diadakan pengolahan disesuaikan dengan
kemampuan dan hasil belajar siswa disimpan dalam komputer.[15]
KESIMPULAN
Jadi
dapat disimpulkan bahwa Pengembangan Model Kurikulum adalah suatu sistem dalam
bentuk naratif, matematis, grafis, serta lambang-lambang dalam penyusunan
kurikulum yang baru ataupun penyempurnaan kurikulum yang telah ada yang
memberikan relevansi pada masa mendatang. Adapun model-model yang dapat
digunakan dalam pengembangan kurikulum, setidak-tidaknya dikenal delapan model
pengembangan kurikulum. Diantaranya: the administrative model, the grass roots
model, beauchamp’s system, the demonstration model, taba’s inverted model,
roger’s interpersonal relations model, the systematic action research model dan
emerging tehnical model.
DAFTAR PUSTAKA
Syaodih
Sukmadinata, Nana. 1997. Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktek. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Dakir.
2010. Perencanaan Dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta,.
http://deryjamaluddin.page.tl/Model-Perkembangan-Kurikulum.htm.
[1] http://pustakaazham.blogspot.com/2012/04/model-model-pengembangan-kurikulum.html. Diakses tanggal 27 nofember 2012 pukul
11.51.
[2] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan
Kurikulum Teori Dan Praktek, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997), Hlm 161
[3] Nana syaodih sukmadinata, ibid, hlm 161
[4]
http://pustakaazham.blogspot.com/2012/04/model-model-pengembangan-kurikulum.html. Diakses tanggal 27 nofember 2012 pukul
11.51.
[6]
http://pustakaazham.blogspot.com/2012/04/model-model-pengembangan-kurikulum.html. Diakses tanggal 27 nofember 2012 pukul
11.51.
[9]
http://pustakaazham.blogspot.com/2012/04/model-model-pengembangan-kurikulum.html. Diakses tanggal 27 nofember 2012 pukul
11.51.
[11]
Nana syaodih sukmadinata, ibid,
hlm 167-168
[12]
Nana syaodih sukmadinata, ibid,
hlm 169-170
[13] H. Dakir, Perencanaan Dan
Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), Hlm 108.
[14]
http://deryjamaluddin.page.tl/Model-Perkembangan-Kurikulum.htm. diakses tanggal 3 nofember 2010 pukul
11.16 WIB
[15]
Nana syaodih sukmadinata, ibid,
hlm 170.