Selasa, 29 Januari 2013

sosiolinguitsik dan pendidikan bahasa


SOSIOLINGUISTIK DENGAN PENDIDIKAN
DAN PENGAJARAN BAHASA
Oleh: Nasirotul Alawiyah

Abstrak
Sosiolinguistik merupakan pengkajian penggunaan bahasa berkaitan dengan kondisi social budya si penutur. Dalam pembelajaran bahasa, khususnya bahasa asing atau bahasa kedua sosiolinguistik mempunyai keterkaitan, yang dimana kajian-kajian sosiolinguistik dapat memberikan sumbangan untuk mempermudah pengajaran bahasa asing atau kedua. Dalam sebuah pengajaran bahasa ada beberapa variable baik yang bersifat linguistic maupun non linguistic yang dimana diantara variable-variabel tersebut sifatnya salig melengkapi satu sama lainnya. Tujuan yang hakiki dari pembelajaran suatu bahasa adalah komunikatif, artinya setelah seseorang menyelesaikan proses pembelajarannya maka setidaknya harus sudah bisa berkomunikasi menggunakan bahasa yang dipelajarinya. Dalam hal ini erat kaitannya dengan pragmatic, yaitu studi tentang pemakaian bahasa dalam komunikasi terutama hubungan antara ujaran dengan konteks dan situasi. Dalam pragmatic sendiri tidak akan lepas dari unsure “speaking” agar komunikasi berjalan sesuai dengan maksud dan tujuan. Sebagai bahasa yang tidak serumpun dengan bahasa Indonesia, sangatlah mungkin terjadi banyak kesalahan-kesalahan selama mempelajari bahasa arab. untuk itu analisis tentang kontrastif dan analisi kesalahan dalam berbahasa dapat dijadikan metode dalam pembelajaran untuk mempermudah guru dalam mengajar dengan jalan menganalisis kesalahan-kesalahan dan memberikan bandingan perbedaan antara bahasa arab dengan bahasa Indonesia. Adapun prinsip pengajaran bahasa harus disesuaikan dengan tujuan yang diharapkan.
Kata Kunci: sosiolinguistik, pengajaran bahasa, prinsip pengajaran bahasa.


PENDAHULUAN
            Secara umum sosiolinguistik mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu dalam masyarakat dengan menunjukan bagaimana pemakaian bahasa saling mempengaruhi dalam sikap masyarakat pemakai bahasa yang tercermin dalam pelapisan masyarakat. sosiolinguistik sebagai ilmu yang dianggap baru menuntut kehadirannya sejajar dengan ilmu-ilmu lain. Begitu juga, sosiolinguistik menuntut keikutsertaannya dengan memberikan informasi dalam pengambilan kebijakan-kebijakan kebahasaan, termasuk kebijakan kebahasaan dalam dunia pendidikan. Karena sejak zaman dahulu pendidikan sudah dilakukan oleh orang yang digunakan untuk mewariiskan nilai-nilai budaya dari generasi ke generasi berikutnya. Karena bahasa juga dari kebdayaan, maka sosiolinguistik memepunyai urgensi terhadap pengajaran bahasa. Seperti yang kita tahu bahwa dalam pengajaran bahasa tidak akan terlepas dengan ilmu-ilmu lain yang salah satunya adalah sosiolinguistik. Ini bsa kita lihat dari kontribusi sosiolinguistik dalam pembelajaran bahasa meman cukup signifikan terutama dalam memberikan informasi tentang hakekat bahasa dan pemilihan bahan ajar yang sesuai dengan konteks kemasyarakatan, kondisi social pembelajar bahasa dll.[1]
            Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai keterkaitan sosiolinguistik dengan pendidikan dan pembelajaran bahasa, maka pada makalah kali ini akan dibahasa mengenai: apa sajakah variable pengajaran bahasa, apa tujuan dari pembelajaran bahasa, bagaimanakah pengajaran bahasa kedua, apakah pengertian pragmatic dan pengajaran bahasa, bagaimana analisis kontrastif dan kesalahan diposisikan dalam pembelajaran bahasa serta apa saja prinsip-prinsip pengajaran bahasa.
PEMBAHASAN
1.      Variabel  pembelajaran bahasa
Variable pembelajaran dapat pula dikatakan sebagai komponen dalam pembelajaran, yang merupakan factor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran. Dalam proses belajar-mengajar ada sejumlah variable yang dapat menentukan keberhasilan proses belajar mengajar itu. Diantara variable-variable tersebut antara lain: (1) murid (2) guru (3) bahan pelajaran (materi) (4) tujuan pengajaran[2] (5) Metode (6) Media[3] dan (7) evaluasi.[4] Selain variable-variable yang telah disebutkan diatas, sebenarnya masih banyak variable-variable lain yang ikut mempengaruhi keberhasilan dalam belajar mengajar. Diantaranya: lingkungan, keluarga dan masyarakat. Namun pada intinya variable-variable yang mempengaruhi keberhasilan proses belajar mengajar adalah yang telah tersebutkan diatas.
Dalam masyarakat yang multilingual, multirasial dan multikultural, maka faktor kebahasaan, kebudayaan, sosial, dan etnis juga merupakan variabel yang dapat memengaruhi keberhasilan pengajaran bahasa. Demikianlah dalam proses belajar mengajar bahasa ada sejumlah variabel, baik yang bersifat linguistic maupun yang bersifat nonlinguistic, yang dapat menentukan keberhasilan proses belajar mengajar itu. Variabel itu bukan merupakan hal yang terlepas dan berdiri sendiri-sendiri, melainkan merupakan hal yang saling berhubungan, berkaitan, sehingga merupakan satu jaringan system. Bagan berikut barangkali bisa membantu untuk memahami sistem tersebut. [5]



Lingkungan
Keluarga
Sekolah
Masyarakat
Dikembangkan menjadi murid yang:
·         Mampu secara kritis dan responsive memahami tutur orang lain
·         Mampu menyampaikan pikiran, perasaan dan kemampuan dengan bahasa yang tertib
·         Mampu memahami kaidah-kaidah bahasa
·         Memiliki sikap positif terhadap bahasa yang dipelajari
Melalui pembinaan:
·         Pemahaman
·         Ketrampilan
·         Sikap

Lulusannn

Murid








                                                                                           
Kurikulum
Guru
Metode
Sumber/alat pelajaran
Evaluasi
SARANA

Selain variabel-variabel diatas ada faktor lain yang juga menentukan keberhasilan belajar bahasa, yaitu disebut asas-asas belajar, yang dapat dikelompokkan menjadi asas-asas yang bersifat psikologis anak didik, dan bersifat materi linguistik. Asas-asas yang bersifat psikologis itu, antara lain adalah
a)      Motivasi, merupakan suatu dorongan siswa untuk kemauan belajar. Karena tanpa kemauan tidak mungkin tujuan belajar dapat tercapai.
b)      Pengalaman sendiri, karena sesungguhnya pengetahuan yang dialami sendiri akan lebih baik dari pada pengetahuan dari orang lain. Oleh karena itu siswa dituntut aktif tidak hanya duduk dan diam mendengarkan penjelasan guru.
c)      Keingintahuan, merupakan kodrat manusia yang dapat menyebabkan manusia itu menjadi maju.
d)      Analisis sintetis, berfikir secara analitis berati berusaha mengenal sesuatu dengan mengenali cirri-ciri atau unsure yang ada pada sesuatu itu.
e)      Dan perbedaan individual, untuk mencapai pembelajaran yang maksimal perlu memperhatikan adanya perbedaan setiap individu. Karena sudah kodratnya setiap anak mempunyai kematangan berfikir, berbahasa dan intelegensi yang berbeda.[6]
Adapun asas-asas yang bersifat metodek dan materi lingusitik antara lain:
a)      Mudah menuju susah, maksudnya pemberian materi harus dimulai dari yang mudah menuju yang lebih sukar.
b)      Sederhana menuju kompleks, maksudnya bahan pelajaran harus dimulai dari yang sederhana menuju yang lebih kompleks.
c)      Dekat menuju jauh, maksudnya pemberian materi pelajaran harus dimulai dari yang dekat dengan anak didik menuju yang jauh.
d)      Pola menuju unsur, maksudnya materi bahasa yang diberikan mula-mula harus yang berupa satu kebulatan setelah itu baru diberikan unsure-unsur dari kebulatan itu.
e)      Penggunaan menuju pengetahuan, maksudnya materi peajaran yang mula-mula harus diberikan adalah penggunaan bentuk-bentuk/satuan bahasa itu.
f)       Masalah bukan kebiasaan, maksudnya anak diajarkan yang menjadi masalah dalam bahasa bukan yang menjadi kebiasaan anak dalam berbahasa.
g)      Kenyataan bukan buatan, maksudnya kenyataan menunjukan bahwa bahasa kedua (arab) mempunyai variasi baik yang bersifat regional, social maupun fungsional.[7]
2.      Tujuan pengajaran bahasa
Banyak orang belajar bahasa dengan berbagai tujuan yang berbeda. Ada yang belajar hanya untuk mengerti, ada yang belajar untuk memahami isi bacaan (teks), ada yang belajar untuk dapat bercakap-cakap dengan lancar, adapula yang belajar hanya untuk gengsi-gengsian, dan banyak pula yang belajar dengan berbagai tujuan khusus. Dalam pendidikan formal disekolah dasar, sekolah menengah, dan diperguruan tinggi dapat pula kita lihat berbagai rumusan tujuan pengajaran bahasa itu.
Secara nasional pada hemat kami tujuan pendidikan bahasa itu harus dikaitkan dengan tujuan pendidikan nasional dan tujuan pendidikan institusional, lalu dikaitkan pula dengan status politis (nasional, daerah, atau asing) bahasa yang dipelajari, dan kemudian dikaitka pula dengan fungsi-fungsi bahasa yang diperlukan.[8] Sedangkan dalam Laporan Komisi Pembaharuan Pendidikan Nasional dan Sistematisasi Nostrand, tujuan belajar bahasa itu dapat digolongkan ke dalam empat golongan utama: (1) penalaran, (2) instrumental, (3) integratif, (4) kebudayaan, dengan pengertian bahwa penggolongan ini tidak saling mengecualikan.
Tujuan penalaran menyangkut kesanggupan berfikir dan pengungkapan nilai serta sikap sosial budaya. Tujuan instrumental menyangkut penggunaan bahasa yang dipelajari itu untuk tujuan-tujuan material dan konkret. Tujuan integratif menyangkut keinginan sesorang menjadi anggota sesuatu masyarakat yang menggunakan bahasa itu sebagai bahasa pergaulan sehari-hari. Tujuan kebudayaan terdapat pada orang yang secara ilmiah ingin mengetahui, atau memeperdalam pengetahuannya, tentang suatu kebudayaan atau masyarakat.[9]
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan - tujuan pembelajaran bahasa adalah sebagai berikut: pertama, keilmuan ( kemahiran berbahasa, alat untuk mengetahui ilmu lain yang berbahasa arab, agama, dan linguistik arab itu sendiri ). Artinya seseorang mempelajari bahasa agar mempunyai kemahiran dengan menguasai berbagai ilmu dari bahasa tersebut. Kedua, institusi ( guru bahasa arab, kedubes RI di Timteng, penerjemah). Artinya seseorang mempelajari bahasa untuk sebuah institusi tertentu. Ketiga, pragmatis ( pemandu wisata, TKI ). Artinya seseorang mempelajari bahasa secara pragmatis menggunakan bahasa tersebut. Keempat, politik ideologis (orientalis). Artinya seseorang mempelajari bahasa untuk suatu politik tertentu.[10]
3.      Pengajaran Bahasa Kedua
            Dalam masyarakat multilingual, pasti akan kita temukan pengajaran bahasa kedua atau bahkan bahasa ketiga. Bahkan kedua ini bisa bahasa nasional, bahasa resmi Negara, bahasa resmi kedaerahan, atau juga bahasa asing (bukan bahasa asli penduduk pribumi). Yang dari pengajaran bahasa kedua ini tentu akan menimbulkan masalah-masalah sosiolinguistik. Masalah-masalah ini mungkin tidak terlalu berat bila bahasa kedua yang dipelajari masih tergolong serumpun (secara genetist) tetapi akan merupakan masalah yang berat kalau bahasa kedua itu tidak serumpun dengan bahasa pertama. Dan akan lebih berat lagi kalau bahasa kedua tersebut memiliki struktur fonetis, morfologis dan sintaksis yang sangat berbeda dengan bahasa pertama. Oleh karena itu masalah yang muncul dalam pengajaran bahasa kedua itu akan meliputi semua tataran bahasa.
            Secara formal, di Indonesia pengajaran bahasa kedua dimulai ketika anak memasuki pendidikan dasar (kira-kira berusia 6 tahun) untuk bahasa nasional, dan ketika anak memasuki pendidikan menengah (kira-kira berusia 13 tahun) untuk bahasa asing. Menurut Pei (1971) anak-anak pada usia 5 tahun telah dapat menguasai pola bahasa pertamanya, betapapun pola tersebut sangat ruwet bagi orang asing.[11]Jadi, ketika dalam pengajaran bahasa kedua hal yang paling penting adalah anak sudah menguasai pola dan struktur bahasa pertamanya. Dan ketika anak mempelajari bahasa kedua, sangatlah mungkin ia akan masih terbawa pola-pola bahasa pertamanya. Dan kebiasaan dengan pola bahasa pertama ini yang akan menjadi kendala saat mereka mempelajari bahasa kedua. Kendala-kendala yang muncul bisa bersumber dari bidang fonologi, morfologi dan sintaksis. Inipun akan sangat menjadi kendala yang besar bila kita melakukan pengajaran bahasa arab, yang dari bidang fonologi, morfologi dan sintaksispun sangat berbeda dengan bahasa pertama, baik dari struktur, pola maupun tatarannya (karena bahasa arab tidak serumpun dengan bahasa Indonesia).
4.      Pengertian Pragmatik dan Pengajaran Bahasa
Awalnya konsep dari pragmatic tidak begitu jelas, dikarenakan perbedaan pendapat antar pakar linguistic dalam memberikan konsep pragmatic. Ada yang berpendapat bahwa pragmatic merupakan sebuah pendekatan dalam pembelajaran, serta ada pula yang berpendapat bahwa pragmatic merupakan salah satu pokok bahasan.[12] Selain itu konsep dari pragmatic sendiri yang agak mirip dengan konsep semantic yaitu membahas tentang makna. Yang membedakan hanya pada arah kajiannya, semantic mengkaji secara internal ( ujaran dan makna) sedangkan pragmatic mengkaji secara eksternal ( ujaran, makna ujaran, konteks). Namun bisa kita ambil konsep pragmatika adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari hubungan antara konteks dan makna. Ilmu ini mempelajari bagaimana penyampaian makna tidak hanya bergantung pada pengetahuan linguistik (tata bahasa, leksikon, dll) dari pembicara dan pendengar, tapi juga dari konteks penuturan, pengetahuan tentang status para pihak yang terlibat dalam pembicaraan, maksud tersirat dari pembicara.[13]
Dalam bahasa arab, pragmatic dipadankan dengan ilm al lughah al tada:wuli. sebagai ilmu yang dapat dikatakan relative baru tampaknya ilmu ini belum banyak mendapatkan perhatian dari para ahli bahasa arab. hanya saja wujud ilmu ini sudah ada pada masa-masa awal tumbuhnya kajian kebahasaan di masyarakat arab. secara praktis, sebagian pembahasan pragmatic dapat dapat ditemukan di ilm balaghah.[14]Sebagai mana contoh pembahasan mengenai hubungan antara penutur dan penutur bisa ditemukan dalam pembahasan mengenai kaifiyyah ilqa’ al mutakallim al khabar li al mukhathab (tehnik penyampaian ujaran dari penutur dan mitra tutur).
Pragmatik adalah studi tentang pemakaian bahasa dalam komunikasi terutama hubungan antara ujaran dengan konteks dan situasi. Setidaknya pragmatik mencakup: 1) kemampuan menginterpretasi dan menggunakan ujaran kebahasaan, 2) kemampuan mengetahui tindak ujaran, 3) kemampuan menggunakan struktur kalimat yang dihubungkan dengan keduanya. Rumusnya adalah:
B(bahasa)= M(makna) + S(situasi) + K(konteks) + D(daya).[15]
Artinya pragmatic bukan membahas persoalan “apa artinya X”, melainkan “apa yang dimaksud dengan X” karena makna tidak hanya ditentukan berdasarkan tanda (unsure formal bahasa) melainkan juga pemakaiannya.
Dan untuk merealisasikan pragmatic dibutuhkan kompetensi komunikasi, yang merupakan kemampuan untuk menerapkan struktur bahasa dalam membentuk ujaran yang benar dan untuk mengatahui kapan, dimana, dan kepada siapa ujaran itu digunakan. Dalam pengajaran bahasa, kompetensi komunikasi lebih ditekankan pada fungsi bahasa sebagai komunikasi dari pada kaidah-kaidah bahasa. Karena kaidah bahasa hanya sebagai monitori suatu ujaran.[16] Sebagai mana sosiolinguistik merupakan cabang dari linguistic yang mengkaji bahasa secara fungsional (fungsi dari bahasa sendiri, antara lain: bartanya, memohon, meminta izin, menjawab dll).
Dalam penggunaan bahasa, penutur harus memperhatikan unsure-unsur yang terdapat dalam tindak berbahasa dan kaitannya dengan atau pengaruhnya terhadap bentuk dan pemilihan ragam bahasa. Dell Hymes, 1979 (dalam Nababan, 1991:7) mengatakan bahwa dalam penggunaan bahasa ada delapan unsure yang harus diperhatikan dalam penggunaan bahasa. Kedelapan unsure tersebut disingkat dengan akronim “Speaking” (setting, participant, ends, act, sequences, key, intrumentalities, norm, dan genre) dengan pengertian sebagai berikut:
a)      Setting dan scene, berhubungan dengan latar atau tempat peristiwa tutur terjadi. Tempat peristiwa tutur berkaitan dengan waktu bicara dan suasan, kapan, dan suasana yang tepat untuk menggunakan tuturan.
b)      Participant, alat penafsir yang menanyakan siapa saja pengguna bahasa (penutur, mitra tutur dan pendengar).
c)      End, komponen tutur end mengacu pada maksud dan tujuan yang ingin dicapai dalam aktivitas berbicara.
d)      Act Sequence, berhubungan dengan bentuk dan isi suatu tuturan.
e)      Key, berhubungan dengan manner, nada suara, sikap atau cara berbicara.
f)       Instrumentalis, berhubungan dengan cannel/saluran dan bentuk bahasa yang digunakan untuk menyampaikan pesan.
g)      Norms, berhubungan dengan kaidah-kaidah tingkah laku dalam interaksi dan interpretasi. Norma interaksi dicerminkan oleh tingkah social atau hubungan l
h)      Genre, merupakan kategori yang dapat ditentukan lewat bentuk bahasa yang digunakan.[17]
Dalam pengajaran bahasa arab sangat perlu diajarkan prinsip pragmatic dalam bahasa arab. agar siswa bisa bagaimana berkomunikasi menggunakan bahasa arab sesuai dengan konteksnya, serta memahamkan maksud kepada lawan bicara. Ataukah ditempat atau situasi resmi ataukah tidak resmi, ataukah lebih tua ataukah lebih muda dari kita.Ini sangat diperlukan agar komunikasi bisa berjalan dengan lancar, efektif serta sesuai dengan maksud dan tujuan pembicaraan.
5.      Analisi Kontrastif dan Analisis Kesalahan
a.       Analisis Kontrastif
Secara Etimologi: kata Kontrastif berasal dari kata Contrastive, to contras yang mempunyai arti berbeda atau bertentangan.  Dalam ”The American College Dictionary” kata kontrastif diartikan dengan menempatkan dalam oposisi atau pertentangan dengan tujuan memperlihatkan ketidaksamaan, memperbandingkan dengan jalan memperhatikan pebedaan-perbedaan. Secara terminologi tarigan menyatakan bahwa analisis kontrastif merupakan aktivitas atau kegiatan yang mencoba membandingkan struktur B1 dengan struktur B2 untuk mengidentifikasi perbedaan-perbedaan diantara kedua bahasa.[18] Sedangkan Ahmad Thoimah mendefinisikan analisis kontranstif sebagai kegiatan yang mencoba membandingkan antara dua bahasa atau lebih dengan menjelaskan aspek-aspek perbedaan dan persamaan antara bahasa tersebut dengan tujuan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang terdapat dalam pembelajaran bahasa asing.[19]
Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan diatas dapat disimpulkan bahwa analisis kontrastif merupakan bukan saja suatu kajian terhadap unsur-unsur kebahasaan dan sistem kebahasaan antara bahasa pertama dan bahasa kedua, tetapi juga untuk membandingkan dan mendiskripsikan latar belakang budaya dari kedua bahasa tersebut yang hasilnya untuk keperluan pengajaran bahasa kedua atau bahasa asing.
Dalam pengajaran bahasa asing khususnya bahasa arab kita pastinya akan menemukan problematika dalam pengajarannya, yang salah satunya adalah problematika dibidang kebahasaan. Diantaranya antara lain: kesulitan dalam aspek bunyi (fonem-fonem bahasa arab yang tidak ada dalam bahasa indonesi ), kesalahan dalam mendengarkan suara huruf yang berdekatan mahrajnya, adanya perbedaan antara yang didengar dengan yang ditulis (alif setelah wawu jama’ فعلوا), dll.[20] Juga tidak akan lepas dari peristiwa interferensi (yang merupakan salah satu topik dari pembahasan sosiolinguistik). Interferensi merupakan adanya perubahan sistem satu bahasa yang diakibatkan bersentuhan dengan bahasa lain yang dilakukan oleh penutur bilingual.[21]
Sejalan dengan itu untuk menemukan dan menggambarkan problem yang dihadapi oleh para pembelajar bahasa asing dapat diadakan perbandingan perbedaan di antara kedua bahasa itu, sehingga akhirnya dapat membuat suatu diagnosis (ramalan) terhadap kemungkinan kesukaran para pembelajar secara tepat kemudian dapat menerka dan menggambarkan pola-pola yang akan menyebabkan kesukaran. Jadi dalam prakteknya, analisis kontrastif dapat digunakan sebagai metode dalam pembelajaran bahasa kedua atau bahasa asing (termasuk bahasa arab). Diantara metodenya meliputi:
1)      Langkah pertama, membandingkan struktur bahasa ibu siswa dengan bahasa kedua, yangakan dipelajari oleh siswa. Melalui perbandingan itu dapat diidentifikasi perbedaan antara struktur bahasa ibu dengan bahasa kedua.
2)      Langkah kedua, berdasarkan perbedaan struktur antara bahasa ibu dan bahasa kedua, guru dapat memprediksi kesulitan belajar dan kesalahan berbahasa yang mungkin dialami dan diperbuat oleh siswa dalam belajar bahasa kedua.
3)      Langkah ketiga, kesulitan belajar dan kesalahan berbahasa yang telah diprediksi untuk dijadikan sebagai landasan dalam memilih bahan menyusun bahan dan menentukan pemahaman bahan pengajaran.
4)      Langkah keempat, guru memilih cara-cara penyajian bahasa seperti:(1) peniruan, (2) pengulangan, (3) latihan runtun, (4) penguatan.[22]
b.      Analisis kesalahan
            Secara terminologi Nanik Setyawati mendefinisikan kesalahan berbahasa sebagai penggunaan bahasa baik secara lisan maupun tulisan yang menyimpang dari faktor-faktor penentu komunikasi atau menyimpang dari norma kemasyarakatan dan menyimpang dari kaidah tata bahasa yang dipakai. Yang dari pengertian diatas dapat kita lihat bahwa dalam pengukuran kesalahan terdapat dua aspek pengukuran, yaitu: ukuran faktor-faktor penentu dalam komunikasi (yang meliputi; tujuan, konteks, peristiwa apa dll) dan ukuran faktor kaidah kebahasaan bahasa arab (yang meliputi; kaidah nahwu, saraf dll). Jika kedua faktor tersebut tidak terpenuhi maka dinamakan kesalahan berbahasa. Misalnya penggunaan kaidah ketatabahasaan yang salah dalam penggunaan bahasa arab seperti: kata thariq-thariq yang menunjukan arti kata jalan-jalan, dsb. [23]
            Penyebab kesalahan berbahasa sendiri terdapat tiga kemungkinan yaitu: (1) interferensi B1 tehadap B2, (2) kekurang pahaman sang pemakai terhadap pemakaian bahasa arab yang dipakainya. (3) pengajaran bahasa arab yang kurang tepat atau kurang sempurna.[24] Jadi analisis bahasa dapat diartikan sebagai suatu prosedur kerja yang digunakan oleh peneliti atau guru bahasa yang meliput kegiatan mengumpulkan sampel kesalahan, mengidentifikasi kesalahan yang terdapat dalam sampel, menjelaskan kesalahan tersebut dan mengevaluasi kesalahan tersebut.[25] Analisis kesalahan berbahasa dapat juga ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena kesalahan berbahasa kedua akibat adanya interferensi B1 yang terjadi pada perilaku bahasa pembelajar bahasa.
            Dalam prakteknya, analisis kesalahan dapat digunakan sebagai metode dalam pembelajaran bahasa kedua atau asing (termasuk bahasa arab) agar dapat memudahkan guru dalam menemukan kesalahan. Yang dari kesalahan tersebut kemudian didiagnosis. Diantara metode analisis kesalahan tersebut meliputi:
1)      Mengumpulkan data berupa kesalahan berbahasa yang dibuat oleh si pembelajar bahasa (siswa), misalnya berupa hasil ulangan, karangan, atau percakapan.
2)      Mengidentifikasi dan mengklasifikasikan kesalahan dengan cara mengenali dan memilah-milah kesalahan berdasarkan kategori kebahasaan, misalnya kesalahan pelafalan, pembentukan kata, penggabungan kata, dan penyusunan kalimat.
3)      Menyusun peringkat kesalahan, seperti mengurutkan kesalahan berdasarkan frekuensi atau keseringannya.
4)      Menjelaskan kesalahan: menggambarkan letak kesalahan, penyebab kesalahan, dan memberikan contoh yang benar.
5)      Memprediksi atau meramalkan tataran bahasa yang dipelajari yang potensial menyebabkan kesalahan.
6)      Meremedi kesalahan, mengatasi kesalahan, memperbaiki kesalahan, bila mungkin menghilangkan kesalahan melalui penyusunan bahan yang tepat, buku pegangan yang baik, dan teknik pengajaran yang serasi.[26]

6.      Prinsip – Prinsip Pembelajaran Bahasa Asing ( Bahasa Arab )
            Pembelajaran bahasa asing sangatlah berbeda dengan pembelajaran bahasa asli. Oleh karenenya dalam pemeblajaran bahasa asing juga mempunyai prinsip – prinsip pembelajaran yang berbeda dengan prinsip pembelajaran bahasa asli. Dalam pembelajaran bahasa asing terdapat dua tokoh yang menjadi rujukan dalam pembelajajaran bahasa asing, yaitu; Harold Palmer dan Robert lado. Dalam pembeljaran bahasa asing Harold palmer menyatakan bahwa ada semblilan prinsip pembelajaran bahasa asing[27], sedangkan Robert Lado setidaknya memberikan tujuh belas prinsip[28].
            Bahasa dalam kajian linguistik lebih menitik beratkan pada aspek ujaran, bukan pada aspek tulisan. Bahasa sebagai alat salah satu media komunikasi menyebabkan pembelajaran yang diselenggarakan dalam pembelajaran bahasa lebih menitikberatkan pada penguasaan kemampuan berbahasa secara baik, baik secara aktif maupun pasif. Melihat tujuan tersebut maka prinsip yang digunakan dalam pembelajaran bahasa asing ( bahasa arab ) haruslah sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Adapun prinsip – prinsip pengajaran bahasa arab yang dipakai dalam pembelajaran bahasa arab adalah sebagai berikut;
            (1) Prinsip ujaran sebelum tulisan, Pembelajaran bahasa arab hendaknya dilakukan dengan melatih kemampuan pendengaran (istima’) percakapan (kalam) terlebih dahulu kemudian berlanjut pada kemampuan membaca ( qira’ah ) dan menulis (kitabah). Dalam prinsip ini pembelajaran bahasa arab menitik beratkan pada kemampuan kalam dan istima’terlebih dahulu baru dilanjutkan ke kompetensi yang lain. (2) Prinsip kalimat-kalimat dasar, Prinsip ini menyatakan bahwa pembelajaran bahasa arab dilakukan dengan penguasaan kalimat-kalimat dasar terlebih dahulu secermat mungkin disertai dengan pengertiannya. Penguasaan bahasa arab akan lebih mudah tercapai jika dilakukan dengan penguasaan kalimat sederhana terlebih dahulu. Karena kebanyakan kalimat bahasa akan tersusun dari kalimat dasar tersebut, misalnya dengan penguasaan kalimat fi’liyyah dan ismiyyah.  (3) Prinsip pola sebagai kebiasaan, Prinsip menyatakan pembelajaran bahasa arab dengan penggunaan pola – pola sebagai kebiasaan melalui praktek pola. Misalnya penggunana pola kalimat ismiyah yang terdiri dari kata kerja (isim) dan kata yang lain (baik isim atau fail). (4) Prinsip sistem bunyi untuk digunakan, Prinsip ini menyatakan bahwa pembelajaran bahasa arab dilakukan dengan cara demonstrasi, tiruan, bantuan, kontras dan drill dari para siswa dalam pengucapan bahasa arab. (5) Prinsip – prinsip kontrol vokabulari, Pembelajaran bahasa arab dilakukan dengan pemberian vokabulari yang sesuai dengan tingkatan kemampuan, tidak memaksakan penguasaan vokabulari yang berlebihan. (6) Prinsip pengajaran problema – problema, Pembelajaran bahasa arab dilakukan dengan memperhatikan perbedaan pola – pola dan unit – unit yang berbda antara bahasa arab dan bahasa indonesia, misal tidak adanya pembedaan waktu dalam struktur kata bahasa Indonesia, hal ini berbeda dengan bahasa arab yang menunjukkan waktu dengan penggunaan madli dan mudlore’. (7) Prinsip tulisan sebagai pencatat ujaran, Bacaan dan tulisan merupakan usaha penyajian grafis unit dan pola bahasa yang telah diketahui. (8) Prinsip pola – pola bertahap, Pembelajaran bahasa arab dilakukan dengan menanamkan sistem baru dari kebiasaan yang serba kompleks, dan kebiasaan itu dapat dikuasai dengan perlahan – lahan. Untuk pembelajaran bahasa arab dilkakukan dengan cara berangsur – angsur dan dalam langkah yang komulatif bertahap. (9) Prinsip bahasa versus terjemahan, Bahasa bukan lah terjemah, terjemah merupakan ketrampilan lain dari berbahasa. Terjemah akan dapat dikuasai dengan baik jika sudah dapat menguasai bahasa arab dengan baik pula. (10) Prinsip bahasa baku otentik, Pembelajaran bahasa arab dilakukan dengan memandang bahasa baku yang dipakai oleh para pemakai aslinya yang terpelajar. Yang mana dalam bahasa arab merupakan bahasa arab fusha. (11) Prinsip praktek, Pembelajaran bahasa arab hendaklah dilakukan dengan mempersbanyak praktek berbahasa arab secara banyak. Hal ini karena bahasa arab merupakan bentuk dari ketrampilan dari kebiasaan bukan sekedar keterangan maupun teori. (12) Prinsip pembentukan jawaban – jawaban, Pembelajaran bahasa arab dilakukan untuk membentuk jawaban – jawaban atas pertanyaan yang timbul dalam pembelajaran bahasa arab oleh para siswa. (13) Prinsip kecepatan dan gaya, Bimbingan bagi para pelajar bahasa arab dalam berbahasa arab dapat dilkukan sama dalam kecepatan dan gayanya jika ia berbahasa dengan bahasa asliny. (14) Prinsip imbalan segera, Pembelajaran bahasa arab yang dilakukan dengan sesegera mungkin membenarkan jawaban yang benar agar dapat memotivasi pelajar dalam melakukan yang sama. (15) Prinsip sikap terhadap target kebudayaan (target culture), Pengenalan identitas kebudayaan penutur bahasa arab yang dipelajari oleh masyarakat tersebut, dan penumbuhan sikap empati terhadapnya. Sehingga akan menimbulkan sikap positif terhadap bahasa arab dari masyarakat tersebut. (16) Prinsip isi, Pengajaran isi ( segala sesuatu yang dipelajari atau meteri ) seperti yang telah berkembang dalam kebudayaan tempat bahasa arab diucapkan secara asli, atau dengan kata lain sesuai dengan perkembangan bahasa arab di dunia arab saat ini. (17) Prinsip belajar sebagai belajar yang kritis.[29]

KESIMPULAN
Selain faktor kebahasaan, kebudayaan, sosial, dan etnis menjadi variable pembelajaran bahasa, asas psikologis anak didik dan materi linguistikpun menjadi variable yang ikut menentukan keberhasilan pembelajaran bahasa. Sedangkan tujuan dari pembelajaran bahasa sendiri antara lain: keilmuan, institusi, pragmatis dan ideologis polotik. Hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran B2 adalah sudah menguasainya anak didik terhadap B1, karena bila belum menguasai akan mempersulit anak didik dalam mempelajari B2. Apalagi B2 yang tidak serumpun dengan B1. Dalam prakteknya berkomukasi dibutuhkan sebuah pragmatic agar komunikasi berjalan sesuai dengan maksud dan tujuannya. Yang dari pragmatic sendiri harus mencakup setidaknya delapan unsure “speaking” (setting, participant, ends, act, sequences, key, intrumentalities, norm, dan genre). Dalam pengajaran B2 anakon dan anakes dapat pula digunakan sebagai metode dengan langkah-langkah sebagaimana tertera diatas. Sedangkan mengenai prinsip pembelajaran bahasa arab haruslah sesuai dengan tujuan yang diinginkan sebagaimana kita bisa menggunakan tujuh belas unsure seperti yang telah disebutkan diatas pula.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Chaer, Leoni Agustina. Sosiolinguistik. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2004
Aslinda, Leny Syafyahya. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: PT Refika Aditama. 2007.
Mohammad Syarif Hidayatullah, Abdullah. Pengantar Linguistic Bahasa Arab (Klasik Modern). Jakarta: UIN Jakarta. 2010.
Mu’in, Abdul. Analisis Kontrastif Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia (Telaah terhadap Fonetik dan Morfologi). Jakarta: PT. Pustaka Al Husna Baru. 2004.
Nababan. Sosiolinguistik. Jakarta: PT Gramedia. 1984.
Setyawati, Nanik. Analisi Kesalahan Berbahasa Indonesia. Surakarta: Yuma Pustaka. 2010.
Tarigan, Henri Guntur. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung: Penerbit Angkasa. 1988.
Tarigan, Henry Guntur. Pengajaran Analisis Kontrastif Bahasa. Bandung: Angkasa. 1992.
Thoimah, Ahmad. Tt. Ta’lim Al Lughah Al Arabiyah An Natiqin Biha. Mesir: Isiko.
Habibi Muhammad Luthfi, Power Point Ke 13.
http://mystart.incredibar.com/MB162/?a=6R8xkvzXKW.
Attachment:/1/Analisis-Kesalahan-Dalam-Pembelajaran.Html.
Http://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Pragmatika.


[2] Abdul Chaer Dan Leoni Agustina, Sosiolinguistik, (Jakarta: Pt Rineka Cipta, 2004), Hlm 204.
[4] Keterangan Tambahan Dari Bpk Habibi Saat Mata Kuliyah Sosiolinguistik Pada Pertemuan Ke 13.
[5] Abdul Chaer Dan Leony, Sosiolinguistik… Hlm 205
[6] Abdul Chaer Dan Leoni Agustina, Sosiolinguistik… Hlm. 206-208.
[7] Ibid, Hlm. 208-210.
[8]Abdul Chaer Dan Leoni Agustina, Sosiolinguistik, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), Hlm. 210-212
[9] Nababan, Sosiolinguistik, (Jakarta: PT Gramedia, 1984), Hlm.64-65
[10] Power Point Sosiolinguistik Bpk Habibi, pertemuan ke 13.       
[11]Abdul Chaer Dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik… Hlm 215-216
[12] Abdul Chaer Dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik… Hlm 220
[13]Http://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Pragmatika. Diakses Tanggal 19 Desember 2012, Pukul 01.09 WIB.
[14] Mohammad Syarif Hidayatullah Dan Abdullah, Pengantar Linguistic Bahasa Arab (Klasik Modern), (Jakarta: UIN Jakarta, 2010), Hlm 143.
[15] Power Point Sosiolinguistik Bpk Habibi, pertemuan ke 13.       
[16] Ibid
[17] Aslinda Dan Leny Syafyahya, Pengantar Sosiolinguistik, (Bandung: PT Refika Aditama, 2007), Hlm 9-10.
[18] Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Analisis Kontrastif Bahasa, (Bandung: Angkasa, 1992), Hlm 4.
[19] Ahmad Thoimah, Ta’lim Al Lughah Al Arabiyah An Natiqin Biha,(Mesir: Isiko), Hlm 51.
[20] Abdul Mu’in, Analisis Kontrastif  Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Pustaka Al Husna Baru, 2004), Hlm 40-41.
[21] Abdul Chaer, Leoni, Sosiolinguistik… Hlm 120.
[22] Http://Mystart.Incredibar.Com/Mb162/?A=6r8xkvzxkw. Diakses Tanggal 14 January 2013, Pukul 10:07. WIB.
[23] Nanik Setyawati, Analisi Kesalahan Berbahasa Indonesia, (Surakarta: Yuma Pustaka, 2010), Hlm: 10.
[24] Ibid, Hlm: 11.
[25] Henri Guntur Tarigan, Pengajaran …  Hal. 68.
[26] Attachment:/1/Analisis-Kesalahan-Dalam-Pembelajaran.Html. Diakses Tanggal 12 January 2013, Pukul 10:14 WIB.
[27] Prinsip – Prinsip Pembelajaran Bahasa Asing Harold Palmer Yaitu;Pertama; Persiapan Awal (Initial Preparation); Kedua; Kecermatan (Accusary); Ketiga; Membentuk Kebiasaan Baru Dan Memanfaatkan Kebiasaan Lama; Keempat; Bertahap (Gradation); Kelima; Keseimbangan (Proporsion); Keenam; Kekongkritan (Concreteness); Ketujuh; Minat (Interest); Kedelapan; Rational Order Of Progression; Kesembilan; Multi Pendapatan (The Multiple Line Of Aproach).
[28] Prinsip Pembelajaran Robert Lado Yaitu ; Ujaran Sebelum Tulisan, Kalimat – Kalimat Dasar, System Bunyi Untuk Digunakan, Control Vokabulari, Pengajaran Problem – Problem, Tulisan Sebagai Pencatat Ujaran, Praktek Bahasa Versusu Terjamahan, Bahasa Baku Otentik, Pembentukan Jawaban – Jawaban, Kecepatan Dan Gaya, Imbalan Segera, Sikap Terhadap Target Kebudayaan, Isi, Belajar Sebagai Hasil Kebudayaan.
[29] Abdul Mu’in,  Analisis Kontrastif   Hlm 138-150.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar