Senin, 03 Desember 2012

model pengembangan kurikulum


MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM

PENDAHULUAN
Peranan kurikulum dalam pembelajaran tidak dapat terlepas dari hubungan antara dua aspek, yakni kurikulum dan pembelajaran. Peranan tersebut memiliki implikasi dalam perkembangan pendidikan secara umum dan khusus. Melalui berbagai implikasi yang dihasilkan, bermunculan pula serangkaian model pengembangan yang disarankan sebagai peningkat keberhasilan mutu pendidikan. Model pengembangan kurikulum dan pembelajaran muncul dari adanya keterkaitan yang relatif menurut beberapa ahli. Dengan berbagai teori yang dikemukakan, pengaruh kurikulum dan pembelajaran berdampak sangat relatif berdasarkan teori yang digunakan. Meskipun demikian, terdapat benang merah antara kurikulum dan pembelajaran dalam model manapun, karena pada hakikatnya kedua aspek tersebut tidak terpisahkan.
Berdasarkan pernyataan diatas, urgensi pengetahuan tentang model pengembangan kurikulum dan pembelajaran sangat tinggi terutama pada pelaku pendidikan mulai dari pejabat pembuat kurikulum hingga tenaga pengajar dan peserta didik. Karena kegiatan pengembangan kurikulum sekolah memerlukan model yang dijadikan lambang teroritis untuk melaksanakan suatu kegiatan. Dan dalam kegiatan pengembangan kurikulum, model merupakan ulasan teoritis tentang proses pengembangan kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula hanya mencakup salah satu komponen kurikulum. Oleh karena itu, makalah dengan judul “Model Pengembangan Kurikulum” ini menjelaskan tentang pengertian model-model pengembangan kurikulum, macam-macam serta langkah-langkah model pengembangan kurikulum diharapkan mampu menjadi reverensi tambahan dalam kajian telaah kurikulum ke depan bagi dunia pendidikan.

PEMBAHASAN
1.      Pengertian Model-Model Pengembangan Kurikulum
Model adalah abstraksi dunia nyata atau representasi peristiwa kompleks atau sistem, matematis, grafis, serta lambang-lambang lainnya. Model bukanlah realitas, akan tetapi merupakan representasi realitas yang dikembangkan dari keadaan. Dengan demikian, model pada dasarnya berkaitan dengan rancangan yang dapat digunakan untuk menerjemahkan sesuatu sarana untuk mempermudah berkomunikasi, atau sebagai petunjuk yang bersifat perspektif untuk mengambil keputusan, atau sebagai petunjuk perencanaan untuk kegiatan pengelolaan.[1] Jadi dapat disimpulkan bahwa Pengembangan Model Kurikulum adalah suatu sistem dalam bentuk naratif, matematis, grafis, serta lambang-lambang dalam penyusunan kurikulum yang baru ataupun penyempurnaan kurikulum yang telah ada yang memberikan relevansi pada masa mendatang.
Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum, pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikanya serta kemungkinan tercapainya hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengelolaan pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang digunakan. Model pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan dan pengelolaan yang sifatnya sentralisasi berbeda dengan desentralisasi. Model pengembangan dalam kurikulum yang sifatnya subjek akademis berbeda dengan kurikulum humanistik, teknologis dan rekontruksi sosial.
2.      Macam-Macam Model Pengembangan Kurikulum
Banyak model-model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum, setidak-tidaknya dikenal delapan model pengembangan kurikulum. Diantaranya: the administrative model, the grass roots model, beauchamp’s system, the demonstration model, taba’s inverted model, roger’s interpersonal relations model, the systematic action research model dan emerging tehnical model.[2]
A.     The Administrative Model
Model pengembangan kurikulum ini merupakan model paling lama dan paling banyak dikenal. Diberi nama model administratif atau line staf, karena inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari para administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Dengan wewenang administrasinya, administrator pendidikan membentuk suatu komisi atau tim pengarah pengembangan kurikulum. Anggota-anggota tim ini terdiri atas, pejabat dibawahnya, para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan para tokoh dari dunia kerja dan perusahaan. tugas tim ini adalah merumuskan konsep-konsep dasar, landasan-landasan, kebijaksanaan dan strategi utama dalam pengembangan kurikulum.[3]
Adapun langkah-langkah sebagai berikut:
a.       Administrator pendidikan (pemimpin) membentuk komisi pengarah.
b.      Komisi pengarah bertugas merumuskan rencana umum, mengembangkan prinsip-prinsip sebagai pedoman, dan menyiapkan suatu pernyataan filosofi dan tujuan-tujuan untuk seluruh wilayah sekolah.
c.       Membentuk komisi kerja pengembangan kurikulum yang bertugas mengembangkan kurikulum secara operasional mencakup keseluruhan komponen kurikulum dengan mempertimbangkan landasan dan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum.
d.      Komisi pengarah memeriksa hasil kerja dari komisi kerja dan menyempurnakan bagian-bagian tertentu bila dianggap perlu.[4]

B.     The Grass Roots Model
Model pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi datang dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Dalam model pengembangan Grass Roots seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum. Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang studi atau seluruh bidang studi dan keseluruhan komponen kurikulum. Apabila kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru-guru, fasilitas, biaya maupun bahan-bahan kepustakaan, pengembangan kurikulum Grass Roots Model akan lebih baik. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu kebutuhan kelasnya, oleh karena itu dialah yang paling berkompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya.
Pengembangan kurikulum yang bersifat Grass Roots Model mungkin hanya berlaku untuk bidang studi tertentu atau sekolah tertentu tetapi mungkin pula dapat digunakan untuk bidang studi sejenis pada sekolah lain, atau keseluruhan bidang studi pada sekolah atau daerah lain. Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralisasi dengan model grass rootsnya, memungkinkan terjadinya kompetisi di dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan yang pada giliranya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih mandiri dan kreatif.[5]
Langkah-langkahnya:
a. Inisiatif pengembangan datangnya dari bawah (para pengajar).
b. Tim pengajar dari beberapa sekolah ditambah nara sumber lain dan orang tua peserta didik atau masyarakat luas yang relevan.
c. Pihak atasan memberikan bimbingan dan dorongan.
d. Untuk pemantapan konsep pengembangan yang telah dirintisnya diadakan lokakarnya untuk mencari input yang diperlukan.[6]
C.     beauchamp’s System
Model ini dikembangkan oleh Beauchamp, seorang ahli kurikulum. Ia mengemukakan lima hal dalam pengembangan suatu kurikulum, yakni:
a.       Menetapkan wilayah atau arena yang akan melakukan perubahan suatu kurikulum.
b.      Menetapkan orang-orang yang akan terlibat dalam proses pengembangan kurikulum.
c.       Menetapkan prosedur yang akan ditempuh, yaitu dalam hal merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus, memilih isi dan pengalaman belajar serta menetapkan evaluasi.
d.      implementasi kurikulum, merupakan langkah mengimplementasikan atau melaksanakan kurikulum yang bukan sesuatu yang sederhana, sebab membutuhkan kesiapan yang menyeluruh, baik kesiapan guru-guru, siswa, fasilitas, bahan maupun biaya, disamping kesiapan manajerial dari pimpinan sekolah atau administrator setempat.
e.       Evaluasi kurikulum. yang minimal mencakup empat hal, yaitu: evaluasi tentang pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru, evaluasi desain kurikulum, evaluasi hasil belajar siswa serta evaluasi dari keseluruhan system kurikulum.[7]
D.    The Demonstration Model
Model demonstrasi pada dasarnya bersifat grass roots, datang dari bawah. Model ini diprakarsai oleh sekelompok guru atau sekelompok guru bekerja sama dengan ahli yang bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum.  Model ini umumnya berskala kecil, hanya mencakup suatu atau beberapa sekolah, suatu kompenen kurikulum atau mencakup keseluruhan komponen kurikulum. Karena sikap ingin merubah atau mengganti kurikulum yang ada, pengembangan kurikulum sering mendapat tantangan dari pihak-pihak tertentu.
Keunggulan dari pengembangan kurikulum model demonstrasi ini, yaitu:
1.      Memungkinkan untuk menghasilkan suatu kurikulum atas aspek tertentu dari kurikulum yang lebih praktis.
2.      Jika dilakukan dalam skala kecil, resistensi dari administrator kemungkinan relatif kecil, dibandingkan dengan perubahan yang berskala besar dan menyeluruh.
3.      Dapat menembus hambatan yang sering dialami yaitu dokumen kurikulumnya bagus, tetapi pelaksanaannya tidak ada.
4.      Menempatkan guru sebagai pengambil insiatif yang dapat menjadi pendorong bagi para administrator untuk mengembangkan program baru.
Sedangkan kelemahan model ini adalah bagi guru-guru yang tidak turut berpartisipasi mereka akan enggan-enggan. Dalam keadaan terburuk mungkin akan terjadi apatisme.[8]
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1.      Staf pengajar pada suatu sekolah menemukan suatu ide pengembangan dan ternyata hasilnya dinilai baik
2.      Kemudian hasilnya disebarluaskan di sekolah sekitar.[9]
E.     Taba’s Inverted Model
Taba berpendapat cara yang bersifat tradisional pengembangan kurikulum yang dilakukan secara deduksi kurang cocok, sebab tidak merangsang timbulnya inovasi-inovasi. Menurut pengembangan kurikulum yang lebih mendorong inovasi dan kreativitas guru-guru adalah bersifat induktif, yang merupakan inversi atau arah terbalik dari model tradisional.
            Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1.      Menghasilkan unit-unit percobaan melalui langkah-langkah: (1) mendiagnosis kebutuhan; (2) merumuskan tujuan-tujuan khusus; (3) memilih isi; (4) mengorganisasi isi; (4) memilih pengalaman belajar; (5) mengorganisasi pengalaman belajar; (5) mengevaluasi; dan (6) melihat sekuens dan keseimbangan
2.      Menguji coba unit eksperimen untuk memperoleh data dalam rangka menemukan validitas dan kelayakan penggunaannya.
3.      Mengadakan revisi dan konsolidasi unit-unit eksperimen berdasarkan data yang diperoleh dalam uji coba.
4.      Mengembangkan seluruh kerangka kurikulum. [10]
F.     Roger’s Interpersonal Relation Model
Meskipun roger bukan seorang ahli pendidikan melainkan seorang ahli psikologi atau psikoterapi, tetapi konsep-konsepnya tentang psikoterapi khususnya bagaimana membimbing individu juga dapat diterapkan dalam bidang pendidikan dan pengembangan kurikulum, ia banyak mengemukakan konsep tentang perkembangan dan perubahan individu. Menurut Rogers manusia berada dalam proses perubahan, sesungguhnya ia mempunyai kekuatan dan potensi untuk berkembang sendiri, tetapi karena ada hambatan-hambatan tertentu ia membutuhkan orang lain untuk membantu memperlancar atau mempercepat perubahan tersebut. Guru serta pendidik lainnya bukan pemberi informasi apalagi penentu perkembangan anak, mereka hanyalah pendorong dan pemelancar perkembangan anak.
Ada empat langkah pengembangan kurikulum model Rogers, yaitu:
1.      Pemilihan target dari sistem pendidikan; di dalam penentuan target ini satu-satunya kriteria yang menjadi pegangan adalah adanya kesediaan dari pejabat pendidikan/administrator untuk turut serta dalam kegiatan kelompok secara intensif. Selama satu minggu pejabat pendidikan/administrator melakukan kegiatan kelompok dalam suasana relaks, tidak formal.
2.      Partisipasi guru dalam pengalaman kelompok yang intensif secara sukarela. Lama kegiatan satu minggu atau kurang.
3.      Pengembangan pengalaman kelompok yang intensif untuk satu kelas atau unit pelajaran. Selama lima hari penuh peserta didik ikut serta dalam kegiatan kelompok dengan fasilitator guru atau administrator atau fasilitator dari luar.
4.      Partisipasi orang tua dalam kegiatan kelompok yang dikoordinasi oleh Komite Sekolah masing-masing sekolah. Lama kegiatan kelompok tiga jam tiap sore hari selama seminggu atau 24 jam secara terus menerus. Kegiatan ini bertujuan memperkaya orang-orang dalam hubungannya dengan sesama orang tua, dengan anak, dan dengan guru.[11]
G.    The Systemaic Action-Research Model
Model kurikulum ini didasarkan pada asumsi perkembangan kurikulum merupakan perubahan social. Hal itu mencakup suatu proses yang melibatkan kepribadian orang tua, siswa guru, struktur system sekolah, pola hubungan pribadi dan kelompok dari sekolah dan masyarakat. Sesuai asumsi tersebut model ini menekankan pada tiga hal: hubungan insani, sekolah dan organisasi masyarakat, serta wibawa dari pengetahuan professional. 
Kurikulum dikembangkan dalam konteks harapan masyarakat,  orang tua, siswa, guru dan lain sebagainya, mempunyai pandangan tentang bagaimana pendidikan, bagaimana anak belajar, dan bagaimana peran kurikulum dalam pendidikan dan pengajaran. Penyusunan kurikulum harus memasukkan harapan-harapan masyarakat, dan salah satunya adalah action research.[12]
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1.  Dirasa adanya problem proses belajar mengajar di sekolah yang perlu diteliti.
2.  Mencari sebab-sebab terjadinya problem dan sekaligus dicari pemecahannya. Kemudian menentukan putusan apa yang perlu diambil sehubungan dengan masalah yang timbul tersebut.
3.  Melaksanakan putusan yang telah diambil.[13]
H. Emerging Technical Models
Suatu model pengembangan kurikulum yang dipengaruhi oleh perkembangan iptek serta nilai efisiensi dan efektivitas dalam bisnis.[14] Karena perkembangan bidang teknologi dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai efisiensi dan efektivitas dalam bisnis, juga mempengaruhi perkembangan model kurikulum. Tumbuh kecenderungan-kecenderungan baru yang didasarkan atas hal itu, diantaranya :
1) The Behavioral Analysis Model. Menekankan penguasaan perilaku atau kemampuan. Suatu perilaku / kemampuan yang kompleks diuraikan menjadi perilaku yang sederhana yang tersusun secara hirarkis.
2) The System Analysis Model. Berasal dari gerakan efisiensi bisnis. Langkah pertama model ini adalah menentukan spesifikasi perangkat hasil belajar yang harus dikuasi siswa. Langkah kedua menyusun instrumen untuk menilai ketercapaian hasil belajar tersebut. Langkah ketiga mengidentifikasi tahap-tahap hasil yang dicapai serta perkiraan biaya yang diperlukan. Langkah keempat membandingkan biaya dan keuntungan dari beberapa program pendidikan.
3) The Computer-Based Model. Suatu pengembangan kurikulum dengan memanfaatkan komputer. Pengembangannya dimulai dengan mengidentifikasi seluruh unit kurikulum, tiap unit kurikulum telah memiliki rumusan tentang hasil yang diharapkan. Kepada para siswa dan guru diminta untuk melengkapi pertanyaan tentang unit kurikulum tersebut. Stelah diadakan pengolahan disesuaikan dengan kemampuan dan hasil belajar siswa disimpan dalam komputer.[15]
KESIMPULAN
Jadi dapat disimpulkan bahwa Pengembangan Model Kurikulum adalah suatu sistem dalam bentuk naratif, matematis, grafis, serta lambang-lambang dalam penyusunan kurikulum yang baru ataupun penyempurnaan kurikulum yang telah ada yang memberikan relevansi pada masa mendatang. Adapun model-model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum, setidak-tidaknya dikenal delapan model pengembangan kurikulum. Diantaranya: the administrative model, the grass roots model, beauchamp’s system, the demonstration model, taba’s inverted model, roger’s interpersonal relations model, the systematic action research model dan emerging tehnical model.

DAFTAR PUSTAKA
Syaodih Sukmadinata, Nana. 1997. Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Dakir. 2010. Perencanaan Dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta,.
http://deryjamaluddin.page.tl/Model-Perkembangan-Kurikulum.htm.


[2] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktek, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997), Hlm 161
[3] Nana syaodih sukmadinata, ibid, hlm 161
[5]  Nana syaodih sukmadinata, ibid, hlm 163
[7]  Nana syaodih sukmadinata, ibid, hlm 164
[8]  Nana syaodih sukmadinata, ibid, hlm 165-166
[10]  Nana syaodih sukmadinata, ibid, hlm 166-167


[11] Nana syaodih sukmadinata, ibid, hlm 167-168
[12] Nana syaodih sukmadinata, ibid, hlm 169-170
[13] H. Dakir, Perencanaan Dan Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), Hlm 108.
[14] http://deryjamaluddin.page.tl/Model-Perkembangan-Kurikulum.htm. diakses tanggal 3 nofember 2010 pukul 11.16 WIB
[15] Nana syaodih sukmadinata, ibid, hlm 170.

Minggu, 18 November 2012

periode sastra arab

sastra arab
Cukuplah membingungkan bila kita berbicara tentang periode perkembangan kesusastraan arab. Banyaknya perbedaan pendapat antar para sastrawan dalam membagi periode-periode perkembangan sastra arab menjadikan kita sebagai pengkaji Tarikh Adabiyah kebingungan dalam memilih kepastian manakah pendapat yang benar atau pasti maupun mendekati kebenaran atau kepastian? Inilah yang menjadikan persoalan karena tidak adanya penentuan mulainya atau berakhirnya suatu masa sastra arab, karena setiap periodesasi hanyalah ditentukan berdasarkan perkiraan, tidak dapat ditentukan dengan pasti. Biar bagaimanapun mau tidak mau kitapun harus mengkaji itu karena ini merupakan salah satu pengkajian sejarah sastra arab atau Tarikh Adabiyah berdasarkan pendekatan periodesasi.
Para sastrawan sangatlah beragam dalam membagi periode perkembangan sastra arab, ada sastrawan yang membagi periode sastra arab secara terperinci atau rigit dan adapula yang secara global. Secara rigit sastra terbagi kedalam bentuk yang merinci pada tiap-tiap masa kepemimpinan, semisal: periode Jahili, periode permulaan islam, periode Umayyah dll. Sedangkan pembagian periodesasi yang secara general sastra terbagi atas sastra klasik dan sastra kontemporer.
A.     PEMBAGIAN SECARA RIGIT
Berdasarkan literature-literature yang kami baca, kebanyakan para tokoh sastrawan membagi kedalam bentuk yang rigit. Dan sangat jarang tokoh sastrawan yang membagi kedalam bentuk yang general. Ini dikarenakan pembagian periodesasi yang secara general dirasa kurang memerinci, karena sesugguhnya pada tiap-tiap pergantian kepemimpinan sastra arab sebenarnya mengalami perubahan dan pergeseran sastra arab dari masa ke masa yang sesungguhnya sangatlah dipengaruhi oleh penguasa yang berkuasa pada waktu itu. Karena sastra menempati posisi yang terbilang penting dalam sejarah peradaban Islam..
Para tokoh sastrawan yang membagi secara rigit periodesasi perkembangan sastra arab sangatlah beragam, diantaranya:
a.       Umar Faruk membaginya kedalam empat periode, antara lain:
1.      al-Adab al-Qadim yang dibagi menjadi dua, Jahiliyah dan Islam (150SH-132H /470-750M )
2.      al-Adab al-Muhdas/ muwallad yakni sejak berdirinya Dinasi Abbasiyah sampai Turki Usmani (132-656H /750-1258M)
3.      al-Adab al-Turki pada masa Dinasiti Mughal dan Turki Usmani (12-18M)
4.      al-Adab al-Hadis dimulai dari tahun 1800an sampai sekarang.
b.      Brockelma membaginya kedalam empat periode juga, antara lain:
1.      Al-Qadim yang dibagi menjadi dua Jahiliyah (145SH-132H /475-622M) dan permulaan Islam sampai kemunculan Abbasiyah (1-132H /622-750M)
2.      Al-Muwallad yang terdiri dari adab Abbasi (132-656H /70-1258M) dan Adab Andalusi (91-897H /710-1492M)
3.      Al-Minhar masa kemunduran (656-1213H /1258-1798M)
4.      Al-Jadid: Nahdah (1213-1312H /1798-1900M) dan al-kaml pasca tahun 1900 sampai sekarang.
c.       Al-Wasith dan Hasasn Zayyat membaginya kedalam lima periode, antara lain:
1.      JAhiliyah (122SH-1H, 500-622M)
2.      masa Islam masuk di dalamnya Dinasti Umayyah (1-132H, 622-750M)
3.      Masa Abbasiyah (132-656H, 750-1258M)
4.      masa Turki (656-1220H, 1258-1822)
5.      masa modern: dimulai dari masa pemerintahan Alawy (kerajaan Fatimi- di mesir sampai sekarang
Adanya Perbedaan istilah dalam penulisan periodesasi kesusastraan Arab seperti contoh di atas merupakan suatu hal yang wajar, dan perbedaan itu disebabkan oleh empat pendekatan utama, yaitu:
a.       Mengacu pada perkembangan sejarah umum, politik atau budaya.
b.      Mengacu pada karya atau tokoh agung atau gabungan dari kedua hal tersebut.
c.       Mengacu pada motif atau tema yang terdapat dalam karya sepanjang zaman.
d.      Mengacu pada asal-usul karya sastra.
Dari berbagai pendapat para tokoh sastrawan tampak hampir mirip antar satu pendapat dengan pendapat lainnya. Namun kami lebih condong bahwa pembagian periodasasi perkembangan sastra arab diikutkan berdasarkan periode sejarah kebudayaan Islam. Karena sastra merupakan salah satu hasil sejarah kebudayaan islam serta menempati posisi yang terbilang penting dalam sejarah peradaban Islam. Jadi menurut kami periodisasi Sastra Arab dibagi menjadi 6:  1) jahiliyah, 2) permulaan Islam, 3) Umayyah, 4) Abbasiyah, 5) Turkiyyah, 6) Mu’ashiriyyah. .Karena disetiap sastra pada tiap-tiap periode mempunyai karakter yang berbeda-beda. Inipun hasil dari pengaruh perkembangan kebudayaan islam.
Dari hasil pembagian tersebut kita akan mencoba masuk pada alasan pembagian periodesasi dalam sejarah kasusastraan Arab tersebut baik dari perspektif historis-politis maupun historis-sastrawi. 
1.       Periode jahiliyah
Historis-Politis
Masa jahili kami nisbatkan orang-orang arab musta’ribah yang hidup pada masa sebelum islam. Jadi yang dimaksud sastra jahili merupakan sastra yang dinisbatkan pada penyair pada masa jahili. mereka itu hanya terbatas dalam bentuk kehidupan badui yang penuh dengan dunia pengembaraan, peperangan, hidup bebas dari segala hukum (merdeka) dll. Secara politik, keadaan atau kondisi masa jahili antara lain:  merdeka, penduduk kota dan badui, suka berperang antar suku, Genealogi bangsa Arab (artinya masyarakat jahili terbentuk atau terbagi kedalam suku-suku). Dan factor yang salah satu factor yang mempengaruhi sastra jahili secara politik yaitu suka berperang dan fanatisme terhadap suku.Inilah yang menjadikan sastra digunakan untuk hal-hal semacam itu.
Historis-Sastrawi
Karya sastra jahili merupakan karya sastra yang dihasilkan oleh para penyaiir yang mempunyai tingkat imajinatif tinggi. Ini bisa kita llihat dari segi bahasa sastra yang penuh dengan kehayalan, penuh emosi, menghidupkan hal-hal yang mati, serta tidak menempatkan bahasa pada tempatnya. Serta bahasa yang lebih bebas merupakan keindahan tersendiri bagi bahasa sastra yang digunakan sastra pada masa jahili. Diksi yang halus tidak jauh dari keadaan alam gurun pasir dan bebas dari bahasa Asing.
2.      Periode Permulaan Islam
Historis-Politis
            Masa ini dimulai dari masa kenabian sampai tumbangnya rezim khulafaurrasyidin (1-38H, 622-660M). dan ditandai dengan kemunculan Al Qur’an yang memberikan kontribusi yang tinggi terhadap sastra. Sastra yang awalnya digunakan sebagai perantara dalam peperangan dan fanatisme terhadap suku, kini bergeser sastra digunakan untuk mencari masa atau perluasan wilayah. Karena secara politis kondisi bangsa arab bergeser dari bentuk sukuisme, menjadi negara Madinah & khalifah. Kini sastra bertumpu pada agama, beribadah dan muamalah. fanatisme yang dulu pada suku-suku kini bergeser menjadi fanatisme pada agama. Karena wilayah islam mulai meluas, ini menjadikan bertambahnya pengguna sastra.
Historis-Sastrawi
Selain terpapar diatas, Al Qur’an juga mengajak masyarakat jahili untuk berfikir secara rasionalitas, yang dari ini menghasilkan pola pikir yang berubah. Jadi sastra pada masa setelah munculnya islam lebih rasional dan digunakan sebagai ajang dakwah. Akibat munculnya islam yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW. Memberikan pengaruh besar terhadap kesusastraan arab, diantaranya terpecahnya para penyair arab karena ada sebagian penyair yang masuk islam, ada yang menolak islam dan ada pula yang mengambil jalan tengahnya (mereka tidak masuk islam juga tidak menolak datangnya islam). Sisi eksoteris puisi tetap terjaga bahkan dikembangkan menjadi klimaks sastrawi, namun sisi esoterisnya bayak digubah. Isi dan tujuan sastra bergeser menyempit, tidak sebebas sastra jahili karena terikat Ajaran-ajaran Islam. Nilai sastra tidak terletak pada isi melainkan pada tujuan dari sastra itu sendiri. Namun agaknya penggunaan prosa lebih mendominasi dari pada puisi. Prosa dirasa lebih rasional dari pada puisi yang penuh dengan kehayalan dan emosi. Jadi dapat pula disimpulkan  agaknya sastra pada masa sadr islam mengalami kelesuan dikarenakan semua orang terlena dengan kemunculan Al Qur’an yang tak tertandingi gaya bahasanya.
3.      Periode Umayah
Historis-Politis
            Masa ini dimulai dari adanya pertentangan politik atas tuduhan kepada Khalifah Ali yang telah membunuh Usman. Yang pada akhirnya dimenangkan oleh Muawiyah, sehingga ia membangun sebuah dinasti yang disebut “Dinasti Muawiyah”. Secara politis kondisi bangsa arab pada masa ini berubah dari kepemimpinan yang demikratis menjadi kepemimpinan monarki. Para pemimpin memberikan apresiasi tinggi tehadap sastra, sehingga banyak didirikan lembaga pusat bahasa. Juga munculnya berbagai kelompok politik dan agama menumbuhkan semangat berpuisi yang bahkan melebihi nilai-nilai jahili guna menghidupkan warisan jahili untuk bersastra. Factor yang lain juga muncul dari berkembangnya berbagai disiplin ilmu yang juga bisa menunjang berkembangnya sastra.
            Historis-Sastrawi
            Sastra yang pada masa sadr islam agak mengalami kelesuan akibat kemunculan Al Qur’an ditengah-tengah persaingan sastra, kini pada umayah sastra mulai bangkit lagi. Ini bisa kita lihat dari Madh, fakhr, hija’ ritsa’ ghazl, washf pada masa Jahliyah yang tetap dipertahankan dan dipelihara. Antara puisi dan prosa berkembang secara sejajar dan bersamaan, namun begitu tampaknya puisi lebih tinggi dibangin prosa milsalnya pidato. Pengembangan prosa yang lebih dimotivasi oleh kepentingan politik, baru kemudian agama.
4.      Periode Abasiyah
Historis-politis
Masa ini dimulai dari dari tahun (132-656H, 750-1258M). Dinamakan “Daulah Abbasiyah” karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini adalah keturunan Abbas (paman Muhammad). Kondisi Politik bangsa pada masa ini ditandai dengan Pergeseran ideologi politik dari Arab (damaskus)-ke Persi (bagdad), penguasa tidak hanya dari Arabiyyun dan pola selalu berubah sesuai konsdisi sosial-politik-agama, pembentukan lembaga negara yang ada wazirnya, militer khusus-kuat, percekcokan dari dalam (Arab, daerah) dan luar. (turki-persi, lua daerah).
Historis-sastrawi
Ada perubahan yang fundamental dibidang bahasa dan sastra, diantaranya meluasnya objek kajian bahasa secara umum (linguistic, logika, arabisasi dll), meluasnya makna halus (fikiran yang rasional, khayalan indah  melampui masa Islam, pendalaman logika dll), leksikal dan gaya bahasa (pemilihan kata yang halus, ringan dan mudah dicerna). Tema/tujuan pengungkapan sastra dan orientasi syair mengalami perluasan sehingga menimbulkan kualitas dan kuantitas sastra meningkat. Wilayah kajian sastrapun meluas tidak hanya pada syiir sehingga memunculkan karya-karya: novel, buku-buku sastra, riwayat dan hikayat, serta munculnya genre baru.
5.      Periode Turkiyah
Historis-politis
Disebut Turkiyyah karena pada masa ini kerajaan Usmani yang berada di Turkilah yang dianggap mendominasi dan menguasai sebagaian besar wilayah Islam, namun masa ini merupakan masa kemunduran sastra. Karena kondisi bangsa arab turkiyah ditandai dengan terpecahbelahnya kerajaan islam yang meluluuhlantahkan peradaban islam. Ini yang menjadikan sastra mengalami kemerosostan karena sebagai center super power Islam hancur. Penggunaan bahasa kenegaraan bukanlah bahasa arab, sehingga bahasa Arab mengalami kemunduran, semisal penulisan keadministrasian yang menggunakan bahasa turki. Sangat sedikit ahli penulis yang menggunakan arab fushah, sehingga cara membuat surat dengan model contekan dari buku yang khusus membahas tentang surat menyurat. Ini dikarenakan karena raja yang cenderung mengabaikan bahasa arab, padahal sastra akan terus mengalami perkembangan jika penguasapun ikut memberikan kontribusi yang tinggi.
Historis-sastrawi
            Turki Usmani tidak terlalu menaruh perhatian terhadap segala hal yang berkaitan dengan Arab yang menjadi wilayah kekuasaannya. Sebagai penguasa, Turki Usmani menerapkan kebijakan Turkiisasi atau menanamkan pengaruh Turki di setiap wilayah kekuasaannya, seperti bahasa, tradisi dan lain sebagainya. Hal ini berakibat pada bahasa dan sastra Arab yang cenderung tidak mengalami perkembangan yang berarti. Kondisi keilmuan masa turki ditandai dengan mengendurnya pendidikan & penulisan. Bahasa Arab yang dijadikan sebagai bahasa sains, hanya beberapa kelompok yang mengembangkan bahasa & sastra Arab. prosa dan puisi sama-sama mengalami kemandegan, karena lebih terjebak pada bentuk.
6.      Periode Muashiriyyah
Historis-politis
Periode ini dimulai Dimulai dari tahun 1798 sampai sekarang. Kondisi politik pada periode ini ditandai dengan munculnya kerajaan-kerajaan  kecil di Timur dan Barat yang menjadi negara tersendiri, juga munculnya gerakan-gerakan pembahrauan pro dan kontra Khilafah Islamiyah dalam hegemoni Barat.
Historis-sastrawi
Sastra menjadi displin ilmu tersendiri yang terbatas pada puisi dan prosa dengan kaidah-kaidah tertentu pula. Tidak terjebak pada struktur (kaidah), tetapi lebih mementingkan isi, sehingga berbasis pada pilihan diksi yang indah dan lembut, bukan kesamaan suara (qafiyah)/ ritma (bahr).


B.     PEMBAGIAN SECARA GENERAL
Sedangkan pembagian periodesasi sastra arab secara general yaitu: sastra arab klasik dan sastra arab kontemporer (modern). Sedangkan yang dimaksud sastra komtemporer atau modern merupakan kebangkitan perkembangan sastra setelah sastra sendiri mengalami kemunduran hingga sekarang. Hampir dari seluruh tokoh sastrawan sepakat bahwa batasan kemunduran sastra terhitung pada tahun 1213-1312H /1798-1900M. Dan secara umum, dinamakan kemunduran sastra dikarenakan: Hancurnya bagdad sebagai center super power Islam, Orisinalitas keilmuan sudah pudar, Dunia sufi yang semakin massif dan Kecenderungan mentarjih/mensyarah/menmulakhas.
Hal yang menjadikan sastra arab modern muncul yaitu salah satunya dikarenakan adanya kontak dengan kebudayaan barat.
1.       Sastra Arab Klasik
Historis-politis
            Yang dimaksud sastra arab klasik yaitu sastra arab mulai dari periode sastra jahily (periode munculnya sastra) hingga mengalami kemunduran (periode turkiyah).
Historis-sastrawi
            Kondisi masyarakat arab klasik merupakan gambaran masyarakat arab yang masih murni belum terkontaminasi budaya-budaya barat. Bahasa arab hanya bersentuhan dengan bahasa yang serumpun dengan bahasa arab, belum bersentuhan dengan bahasa-bahasa barat.

2.      Sastra Arab Kontemporer (modern)
Historis-politis
Kondisi Politik bangsa arab pada masa modern ini ditandai dengan adanya kerajaan-kerajaan kecil di Timur dan Barat menjadi negara tersendiri, munculnya gerakan-gerakan pembahrauan, pro kontra Khilafah Islamiyah, dalam hegemoni Barat. Banyak Negara-negara disatukan antara budaya arabiyah, barat dan timur, yang menjadikan bangsa arab terkontaminasi oleh budaya-bedaya barat dan timur. Dari sini geliat kebangkitan sastra Arab semakin menampakkan eksistensinya yang merupakan perpaduan dari proses panjang asimilasi dengan berbagai kebudayaan seperti Prancis dan Inggris (assimilation), penerjemahan beragam karya asing (translation), peniruan berbagai naskah asing (imitation) yang dilakukan oleh beragam pihak yang berkecimpung dalam dunia sastra Arab.
Historis-sastrawi
            sastra Arab memiliki berbagai aliran sastra yang muncul silih berganti, baik karena motivasi kritikan terhadap model sastra yang muncul sebelumnya maupun karena untuk menyempurnakan aliran lainnya yang muncul dalam kurun waktu yang sama. secara umum tujuan penggubahan puisi pada masa ini masih sama seperti pada masa-masa sebelumnya yang masih berkaitan dengan pujian, membangkitkan semangat, kebanggaan, perumpamaan-perumpamaan dan mensifati sesuatu, akan tetapi telah mulai terbebas dari mengikuti metode penggubahan puisi yang terdapat pada masa Abbasiyah yang berlangsung dalam masa selama 60 tahun. Diantara factor kebangkitan sastra modern antara lain: adanya kontak dengan budaya barat, meluasnya kegemaran berbahas arab dan inggris, Banyaknya kelompok-kelompok Sastrawan (aliran), Kerasi seni untuk memberhangus buta seni dan ilmu pengetahuan dimesir, dll.