Rabu, 31 Oktober 2012

fiqh lughah



Fiqh al-lughoh fi Al-Dirasah al-lughowiyah ‘indal ‘Arab
Oleh: Suyatman, Nasirotul Alawiyah, dan Ainur Rofiq UN

A.      PENDAHULUAN

Bahasa adalah lafadz-lafadz yang diungkapkan suatu kaum untuk menunjukkan maksud mereka. Inilah definisi bahasa yang sering kita dengar dalam buku-buku Arab yang menjelaskan arti dari bahasa, yaitu sebuah ungkapan yang menunjukkan maksud yang dikehendaki oleh seseorang. Diantara bahasa-bahasa tersebut adalah bahasa Arab.   
Jadi tidak heran setelah datangnya Rasul Allah SAW yang membawa al Qur’an, baik para ilmuan dahulu seperti Ibnu Jinny, Ibn Faris, juga As-sya’laby maupun para ilmuan modern seperti Abdul Wafi yang mengkaji bahasa sebagai sesuatu yang sangat fundamental. Mereka menamakan kajiannya dengan nama fiqh al-lughah, karena kajiannya tidak hanya mengkaji bahasa secara internal, namun juga secara eksternal mengenai aspek budaya serta sastranya. kajian bahasa yang tujuannya lebih luas dari hanya sekedar mempelajari bahasa itu sendiri. Karena pada saat itu tidak ada yang bisa menandingi keindahan  bahasa dalam al Qur’an. Yang mana saat itu mereka menjadikan al Qur’an sebagai sumber ilmu-ilmu pengetahuan. Jadi mengkaji yang berkaitan dengan bahasa bagi mereka adalah sesuatu yang penting.  
Pada kesempatan kali ini, kami akan mencoba membahas tentang:
1.      Menjelaskan peta-peta bahasa arab
2.      Sejarah muncul dan pengertian dari fiqh al-lughah
3.      Tujuan, objek serta ruang lingkup dari fiqh al-lughah
4.      Isi kitab fiqh al-lughah klasik
5.      Isi modern fiqh al-lughah modern
6.      Serta persamaan dan perbedaan materi fiqh al-lughah klasik dan modern

B.      PEMBAHASAN

1.      Peta ilmu-ilmu bahasa arab
2.      Pengertian dan sejarah munculnya Fiqh Al-lughoh
Secara harfiah fiqh al- lughah yaitu al- fiqhu yang artinya memahami secara mendalam,dan al- lughah yang artinya ucapan- ucapan yang dimengerti oleh sekelompok manusia dan dengan itu juga mereka melahirkan maksud dan kehendaknya.
Sedangkan pengertian fiqh al- lughah secara umum yaitu kaidah- kaidah dan hukum- hukum umum tentang kehidupan bahasa- bahasa sejak pertumbuhanya dan masa- masa yang dilaluinya, factor- factor yang menyebabkan bercabangnya dari pokok awalnya hingga hubungan dan kaitanya dengan aspek- aspek yang berbeda- beda dan bermacam- macam. [1]
Dalam kitab karya Emil Badi’ Ya’qub juga dituliskan:
في لسان العرب:  الفِقْهُ العلم بالشيء والفهمُ له ، وغلبَ على عِلْم الدين لسِيادَتِه وشرفه وفَضْلِه على سائر أَنواع العلم[2]
Dalam buku karya Uril Bahrudin juga tertuliskan:
تعريفه في الاصطلاح: يطلق فقه اللغة في الاصطلاح على العلم الذي يعني بدراسة قضايا اللغة, من حيث اصواتها ومفراتها وتراكيبها..... الج[3]
Ramdlan Abdut Tawab dalam Fushul fi Fiqh al-Arabiyyah (1994) mengatakan “Term Fiqh al-Lughah sekarang ini digunakan untuk menamakan sebuah ilmu yang berusaha untuk mengungkap karakteristik bahasa Arab, mengetahui kaidah-kaidahnya, perkembangannya, serta berbagai hal yang berkaitan dengan bahasa ini baik secara diakronis maupun sinkronis.”[4]
Jadi dapat kami simpulkan bahwa definisi dari fiqh lughah secara klasik yaitu ilmu yang membahas tentang asal usul, dialek, tulisan, makna kosa-kata, karakteristik, serta cara pengungkapannya bahasa arab. Sedangkan dalam fiqh al-lughah modern, ilmu ini dapat diartikan sebagai pengembangan dari fiqh al-lughah klasik yang khusus membahas tentang sejarah, cara perkembangan dan karakteristik bahasa Arab yang berkaitan dengan peradaban ilmu bahasanya (menyangkut aspek budaya dan sastranya).
Nama fiqhu al-lughah sudah ada pada zaman dahulu, sekitar abad ke-4 H, atau sekitar abad ke-10 M. Namun dalam pembahasannya masih berbentuk wacana dan belum sempurna sebagaimana yang ada sekarang ini. Adapun kemunculannya adalah ketika zaman kerasulan terakhir mulai mendekat, bahasa arab mengalami masa kejayaan. Banyak orang-orang disibukan dengan meningkatkan kemampuan berbahasa masing-masing. Namun pada waktu itu belum ada belum ada kaidah yang mendasarinya. Dalam keadaan persaingan bahasa yang sangat sengit, hadirlah rasul Allah SWA. yang membawa al Qur’an yang melumpuhkan semua pihak, sehingga menjadikan al Qur’an sebagai silabus baru dalam pendidikan mereka.
Islam kemudian disebarkan ke seluruh penjuru alam. Bangsa Arab mulai bercampur dengan mereka yang Ajam. Bahasa Arab pula menjadi bahasa antarabangsa. Yang akhirnya menimbulkan kesan dan perubahan yang menuntut ilmuan ketika itu meletakkan cabang-cabang ilmu yang menjadi panduan agar ketulenan bahasa terjaga dan sentiasa dapat dipelajari dan dirujuk. Maka lahirlah ilmu-ilmu bahasa yang kaedahnya bersumber dari Al-Quran dikalangan masyarakat seperti Nahu, Soraf, Ma’ani, Badi’, Bayan, Dilalah, Tafsir, Ma’ajim dan sebagainya.
Dan Bahasa Arab ketika itu sudah pun mencapai satu tahap yang boleh dianggap masak atau matang dari segi penentuan skop kajian dan cabang ilmu. Namun, para ilmuan ketika itu belum berpuas hati. Masih ada perkara yang lebih mendasar dan bersifat fundamental yang perlu dijadikan bahan kajian.[5]
Maka dari itu tampillah tokoh filsafat bahasa Abul Fath Uthman (wafat 392 H) yang lebih dikenali sebagai Ibnu Jinni dengan kajian yang dikemas dalam sebuah buku berjudul Al-Khashaish yang membahas tentang fiqh al-Arabiyah,[6] Abu Mansur Abdul Malik bin Muhammad Ats-Tsa’laaby (430 H) dalam bukunya fiqh al-lughah wa sirr al-arabiyah, Ibnu Faris (385 H) dengan bukunya Ashhabiy dan Suyuti (911 M) dengan bukunya Mazhar. Mereka inilah yang mula membuka ruang kajian akan perkara-perkara penting disebalik bahasa itu sendiri.[7]

3.      Tujuan dan manfa’at fiqh al-lughah
Dalam kitab fiqh al-lughah al arabiyah karya Uril Bahrudin (UIN Malang) tertuliskan bahwa tidak ada keragu-raguan untuk mempelajari fiqh al-lughah. Karena dengan mempelajarinya kita bisa:
a.      Mengetahui sejarah bahasa arab
b.      Mengetahui pengucapan bahasa arab dengan benar
c.       Memaksimalkan kemajuan bahasa arab serta kebanggaannya
d.      Mempermudah kita dalam mengkaji ilmu-ilmu pengetahuan lain, karena fiqh al-lughah merupakan jembatan bagi ilmu lain
e.      Mengisi kebutuhan serta mengikuti perkembangan[8]
Dan  pemahaman kami dari berbagai sumber, manfa’at  lain dari mempelajari fiqh al-lughah bisa mempermudah kita dalam mempelajari bahasa arab karena kajian dalam fiqh lughah adalah bahasa arab, yang tidak lain kita tujukan pada pemahaman bahasa al Qur’an. Yang dengan itu kita bisa memahami bahasa alQur’an dengan berbagai versi dialeknya serta parole  al Qur’an. Karena seperti telah kita ketahui bahwa sumber segala ilmu pengetahuan berasal dari alQur’an.

4.      Objek dan ruang lingkup Fiqh Al-lughoh
Nampaknya didalam kitab-kitab fiqh al-lughah objek yang dikaji tidaklah sama persis. Namun kita bisa bisa mengatakan bahwa inti dari objek-objek yang dikaji dalam fiqh al-lughah adalah bahasa.  Dan pengkajian bahasa dalam fiqh al-lughah lebih luas dibanding dengan ilm al-lughah. Ini bisa kita lihat dari Kitab Ibnu Faris dan  Tsa’labi yang analisisnya mengacu pada masalah kata-kata Arab. Maka objek fiqh al-lughah menurut mereka berdua adalah identifikasi kata-kata Arab dan makna-maknanya, klasifikasi kata-kata ini dalam topik-topik, dan kajian-kajian yang berkaitan dengan hal itu.[9]  
Melihat dari berbagai sumber yang kami kaji, kami bisa memetakan bahwa ruang lingkup dalam fiqh al-lughah adalah apa-apa yang ada dibalik bahasa, segala aspek budaya dan sastra (struktur internal dan eksternal bahasa), atau dapat dikatakan bahwa yang kita pelajari adalah apa-apa yang menjadi tulang rusuk dan otak suatu bahasa. Diantaranya kosa kata, perubahan makna, perbandingan bahasa arab dengan bahasa yang serumpun, perbedaan dialek-dialek arab, bunyi-bunyi pengucapan bahasa arab dll.

5.      Buku Fiqh Al-lughoh klasik
a). Ash-shahibi (Ibn Faris)
Dalam muqadimah bukunya ini Ibnu Faris mengungkapkan bahwasanya sesungguhnya Ilmu Arab itu memiliki asal dan cabang. Yang dimaksud cabang adalah pengetahuan tentang isim dan sifat, seperti رجل, فرس, طويل, dan قصير. Pengetahuan inilah yang harus dipelajari pertama kali. Sedangkan yang dimaksud asal adalah pembicaraan tentang obyek bahasa, asal-usul dan perkembangannya, serta tentang cara-cara bangsa Arab mengucapkannya juga menuliskannya.[10] Yang dimaksud dengan ilmu cabang di sini adalah Nahwu dan Sharf, sementara yang dimaksud dengan ilmu asal adalah Fiqh al-Lughah sendiri.
kitab Ibnu Faris mencakup seperangkat masalah teoretis sekitar bahasa. Di antara masalah yang paling menonjol adalah masalah lahirnya bahasa. Selain itu dalam kitabnya juga membahas karakteristik serta tataran bahasa arab.
b). Al-khashais (Ibn Jinny)
      Dalam kitabnya, Ibn Jinny menggunakan metode diskriptif untuk melihat realitas dan hakikat bahasa. Dan metode falsafati untuk menguraikan alasan-alasan yang tersembunyi dibalik fenomena bahasa. Dari keterangan tersebut kita bisa menggambarkan bahwa materi-materinya mengkaji diantaranya menyangkut perbedaan kalam dan qaul, isytiqaq kabir, tashaqub al fadz litashaqub al ma’ani, dalalah, arbitrer sebagai pemilihan huruf dan penyusun kata, qiyas dll.[11]
 Kitab ini terdiri dari tiga juz. Pada juz pertama membahas tentang pentingnya bahasa, definisi bahasa, serta pentingnya kalam qaul dan I’rab.
Pada juz kedua membahas tentang asal usul bahasa serta perkembangannya. Sedangkan pada juz ketiga membahas tentang ilmu-ilmu yang berhubungan dengan bahasa seperti al-aswat, al-isytiqaq, sharaf, nahwu dll.[12]

c). Fiqh al-lughoh wa sirr al-Arabiyyah (Al-sya’labi)
      Kitab ini terdiri dari dua bagian, yang bagian pertama membahas tetang فقه اللغه (fiqh al-lughah(. Pada bagian ini terdiri dari tiga puluh bab, yang masing-masing dari babnya mengandung beberapa fasal. Pada bagian kedua membahas tentang
مما اشتمل عليه الكتاب وهو سر العربية في مجاري كلام العرب وشنتها بالقران على اكثرها
kitab fiqh al-lughah wa sir al-Arabiyah ini tema-tema materi yang dibahas didalamnya tidak dibatasi oleh pengarang (Al-sya’labi), seperti kebiasaan pengarang-pengarang kitab terdahulu, tema-temanya tidak terspesifikasikan secara terkhusus.[13]

6.      Buku Fiqh Al-lughoh modern

C.      KESIMPULAN




[2] Emil Ba’di Ya’qub, hlm 28
[3] Uril Bahrudin, hlm 32-33
[6] Abdul, Sa’bur. Fi Ilmi al-Lughah al’am. Hlm 11-12
[8] Uril Bahruddin, fiqh al-lughoh al arabiyah,Malang: UIN-Malang Press. Hlm 40-42
[9] file:///C:/Users/Win7/Documents/tugas-tugas/antara-fiqh-al-lughah-dan-ilmu-al.html
[10] Pdf as-shahibi fi fiqh al-lughah, hlm 2
[11] Pdf al-khashais Ibn Jinny, hlm 343-510
[12] Uril Bahruddin. fiqh al-lughah al-arabiyah.Malang: UIN-Malang Pres. Hlm 59
[13] Pdf fiqh al-lughah wa asrar al-arabiyah, hlm 8

metode mubasyaroh


Metode Langsung (Thariqah Mubasyarah / Direct Method)
Dalam Pembelajaran Bahasa Arab
Oleh: Choiruddin, Abdul Ro’uf, Aisyah, Ulil Hikmah, Nasirotul Alawiyah
I.                   PENDAHULUAN
Bahasa Arab (asing) berbeda dengan belajar bahasa ibu, oleh karena itu prinsip dasar pengajarannya harus berbeda, baik menyangkut metode (model pengajaran), Bahasa Arab meliputi kemampuan menyimak (listening competence/mahaarah al materi maupun proses pelaksanaan pengajarannya. Bidang keterampilan pada penguasaan – Istima’), kemampuan berbicara (speaking competence/mahaarah al-takallum), kemampuan membaca (reading competence/mahaarah al-qira’ah), dan kemampuan menulis (writing competence/mahaarah al – Kitaabah). Setiap anak manusia pada dasarnya mempunyai kemampuan untuk menguasai setiap bahasa, walaupun dalam kadar dan dorongan yang berbeda. Adapun diantara perbedaan-perbedaan tersebut adalah tujuan-tujuan pengajaran yang ingin dicapai, kemampuan dasar yang dimiliki, motivasi yang ada di dalam diri dan minat serta ketekunannya.
Maka berangkat dari sinilah kami mencoba untuk mengupas secara singkat tentang metode mubasyaroh( langsung ) dalam makalah ini. Karena kami merasa bahwa penting sekali dalam penggunaan sebuah metode untuk diterapkan dalam pembelajaran yang berkaitan dengan bahasa.

II.                PEMBAHASAN

A.     Sejarah Munculnya Metode Langsung (Thariqah Mubasyarah / Direct Method)
Metode langsung merupakan metode yang memprioritaskan pada ketrampilan berbicara. Metode ini muncul sebagai reaksi  ketidakpuasan terhadap hasil pengajaran bahasa dari metode sebelumnya, metode gramatika tarjamah, yang dipandang memperlakukan bahasa sebagai  sesuatu yang mati.[1]
Menjelang pertengahan abad ke-19 hubungan antar Negara di Eropa mulai terbuka sehingga menyebabkan adanya kebutuhan untuk bisa saling berkomunikasi aktif diantara mereka. Untuk itu mereka membutuhkan cara baru belajar bahasa kedua, karena metode yang ada dirasa tidak praktis dan tidak efektif. Maka pendekatan-pendekatan baru mulai dicetuskan oleh para ahli bahasa di Jerman, Inggris, Prancis dan lain-lain, yang membuka jalan bagi lahirnya metode baru yang disebut metode langsung. Di antara para ahli itu adalah Francois Gouin (1880-1992) seorang guru bahasa latin dari Prancis yang mengembangkan metode berdasarkan pengamatanya pada penggunanaan bahasa ibu oleh anak-anak. Metode ini memperoleh popularitas pada awal abad ke -20 di Eropa dan America. Pada waktu yang sama, metode ini juga digunakan untuk pengajaran bahasa Arab, baik di negri Arab maupun di negri-negri islam di Asia termasuk Indonesia.[2]    
Metode ini berangkat dari satu asumsi dasar, bahwa pembelajaran bahasa asing tidaklah jauh berbeda dengan belajar bahasa ibu, yaitu dengan menggunakan bahasa secara langsung dan intensif dalam komunikasi keseharian, dimana tahapan bermula dari mendengarkan kata-kata, menirukannya secara lisan, sedangkan mengarang dan membaca di kembangkan kemudian. Metode ini berorientasi pada pembentukan ketrampilan pelajar agar mampu berbicara secara spontanitas dengan tata bahasa yang fungsional dan berfungsi untuk mengontrol kebenaran ujarannya, bak penutur aslinya.[3]

B.     Karakteristik & Ciri-Ciri Metode Langsung (Thariqah Mubasyarah / Direct Method)
Sebagai sebuah reaksi proaktif terhadap metode gramatika tarjamah, maka karakteristik dari metode ini adalah :
a)      Memberi prioritas yang tinggi pada ketrampilan berbicara sebagai ganti ketrampilan membaca, menulis dan terjemah.
b)      Basis pembelajarannya terfokus pada tekhnik demonstrative, menirukan dan menghafal langsung, dimana murid-murid mengulang-ulang kata, kalimat, dan percakapan melalui asosiasi, konstek dan definisi yang diajarkan secara induktif, yaitu berangkat dari contoh-contoh kemudian diambil kesimpulan.
c)      Mengelakkan jauh-jauh bahasa ibu pelajar.
d)      Kemampuan komunikasi lisan dilatih secara cepat melalui Tanya jawab yang terencana dalam pola interaksi yang berfariasi.
e)      Interaksi antara guru dan murid terjalin secara aktif, dimana guru berperan memberikan stimulus berupa contoh-contoh, sedangkan siswa hanya merespon dalam bentuk menirukan, menjawab pertanyaan, memperagakan.[4]
f)       Kelas diciptakan sebagai lingkungan BT buatan atau menyerupai “kolam bahasa” tempat siswa berlatih bahasa secara langsung.[5]
Diatas telah di terangkan beberapa karakteristik dari metode Langsung (Thariqah Mubasyarah / Direct Method), sedangkan ciri-cirinya adalah sebagai berikut :
a)      Tujuan dasar yang diharapkan oleh metode ini adalah mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir dengan bahasa arab bukan dengan bahasa ibu siswa.
b)      Hendaknya pembelajaran bahasa arab dengan menggunakan bahasa arab tidak menggunakan lain sebagai medianya.
c)      Percakapan antar individu merupakan bentuk pertama dan yang umum untuk digunakan dalam masyarakat, sehingga pada awal pembelajaran bahasa Arab hendaknya percakapan mereka menggunakan kosa kata dan susunan kalimat sesuai maksud dan tujuan belajar sisiwa.
d)      Diawal pembelajaran sisiwa dikondisikan untuk mendengarkan kalimat- kalimat sempurna dan mempunyai makna yang jelas, sehingga siswa mampu dan mudah memahaminya.
e)      Nahwu adalah sebagai alat untuk mengatur ungkapan bahasa. Sehingga pelajaran nahwu diberikan tidak secara khusus tetapi diajarkan disela-sela penggunaan ungkapan-ungkapan bahasa dan kalimat-kalimat yang muncul dalam percakapan.
f)       Teks arab tidak disajikan kepada sisiwa sebelum sebelum mereka mengenal suara, kosa kata serta susunan yang ada didalamnya. Dan sisiwa tidak menulis teks Arab sebelum mereka bisa membaca dengan baik serta memahaminya.
g)      Penerjemahan dari dan kebahasa Arab adalah sesuatu yang harus dihindari dalam metode ini, sehingga tidak di benarkan menerjemahkan bahasa arab dengan bahasa apapun.
h)      Penjelasan kata-kata dan kalimat yang sulit cukup dengan menggunakan bahasa Arab dengan berbagai model, seperti syarhul al makna, muradif(sinonim), atau memakai mudladad (antonym) atau dengan yang lain.   
i)        Guru lebih banyak menggunakan waktunya untuk tanya- jawab dengan sisiwa.  
j)        Sebagian besar waktu pembelajaran digunakan untuk latihan bahasa, seperti imla’, mengulang cerita atau mengarang bebas.
k)      Perhatian metode ini lebih banyak pada pengembangan kemampuan siswa untuk berbicara dibanding dengan aspek lain.[6]

C.     Kelebihan & Kekurangan  Metode Langsung (Thariqah Mubasyarah / Direct Method)
Berikut ini secara singkat kelebihan dan kekuranan metode mubasyarah . Kelebihan metode ini adalah :
a)      Pelajar trampil menyimak dan berbicara.
b)      Pelajar menguasai pelafalan dengan baik seperti atau mendekati penutur asli.
c)      Pelajar mengetahui banyak kosa kata dan pemakaiannya dalam kalimat.
d)      Pelajar memiliki keberanian dan spontanitas dalam berkomunikasi karena berlatih berfikir  dalam BT sehingga tidak terhambat oleh proses penerjemahan.
e)      Pelajar menguasai tata bahasa secara fungsional tidak sekedar teoritis, artinya berfungsi untuk mengontrol  kebenaran ujarannya.[7]
f)       Cocok dan sesuai bagi tingkat-tingkat linguistic sisiwa.
Sedangkan kekurangannya metode ini adalah :
a)      Hanya dapat diterapkan pada kelompok kecil.
b)      Sangat membutuhkan guru yang terampil dan fasih berbahasa Arab.
c)      Pelajar lemah dalam kemampuan membaca pemahaman karena materi dan latihan ditekankan pada bahasa lisan.
d)      Tidak diperbolehkannya pemakaian bahasa ibu pelajar bisa berakibat terbuangnya waktu untuk menjelaskan makna satu kata abstrak, dan terjadinya kesalahan persepsi atau penafsiran pada siswa.
e)      Model latihan menirukan dan menghafalkan kalimat-kalimat yang kadang kala tidak bermakna atau tidak realistis karena tidak kontekstual, bisa membosankan bagi orang dewasa.

D.    Contoh Pembelajaran Bahasa Arab Dengan Menggunakan Metode Langsung (Thariqah Mubasyarah / Direct Method)
Contoh pembelajaran bahasa arab dengan menggunakan metode mubasyaroh adalah sebagai berikut:
Pertama, guru membuka pelajaran dengan langsung berbicara dengan bahasa arab, mengucapkan salam dan bertanya mengenai pelajaran saat itu. Siswa menjawab pertanyaan dengan bahasa arab. Demikian guru meneruskan pertanyaan pertanyaanya dan sesekali memberi perintah.
Kedua, pelajaran berkembang diseputar sebuah gambar yang menjadi media untuk mengajarkan mufrodat. Berbagai tindakan dan objek didiskusikan sesuai dengan kegiatan yang terpampang dalam gambar. Guru mendeminstrasikan konsep yang belum jelas(abstrak) dengan cara mengulang ulang sampai seluruh siswa memahaminya. Kemudian siswa mengulangi kata-kata dan ungkapan-ungkapan baru serta mencoba membuat kalimat sendiri sebagai jawaban terhadap pertanyaan guru.
Ketiga, setelah mufrodat dipelajari dan dipahami bahwa maka guru menyuruh siswa membaca teks bacaan mengenai tema yang sama dengan suara keras. Guru memberi contoh kalimat yang dibaca terlebih dahulu dan siswa menirukan bagian yang menjadi inti pelajaran tidak diterjemahkan, tetapi guru menguji pemahaman siswa dengan mengajukan pertanyaaan dalam bahasa arab dan harus dijawab oleh siswa dengan bahasa arab pula. Kalau menemui keulitan maka guru mengulang penjelasan dengan simple dengan bahasa arab.
Keempat, pelajaran bisa diakhiri dengan benyanyi bersama.[8]

III.             PENUTUP
IV.              DAFTAR PUSTAKA


[1] Dra. Hj. Radliyah Zaenuddin, M.Ag, dkk, Metodologi & Strategi Alternatif Pembelajaran Bahasa Arab, (Yogyakarta: Pustaka Rihlah Group, 2005) hlm:39
[2] Ahmad Fuad Effendy, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab, (Malang: MISYIKAT, 2005) hlm: 35
[3] Dra. Hj. Radliyah Zaenuddin, M.Ag, dkk, Metodologi & Strategi Alternatif Pembelajaran Bahasa Arab, (Yogyakarta: Pustaka Rihlah Group, 2005) hlm:39-40
[4] Ibid………
[5] Ahmad Fuad Effendy, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab, (Malang: MISYIKAT, 2005) hlm: 36
[6] Ibid, hlm:36
[7] Ibid, hlm :35
[8] H. M Abdul Hamid, M.A, dkk, Pembelajaran Bahasa Arab Pendekatan, Metode, Strategi, Materi, Dan Media, (Malang: UIN-Malang Press, 2008) hlm:26