Sabtu, 30 Juni 2012
Rabu, 27 Juni 2012
Psikolinguistik
a. Belajar B1 sama dengan belajar B2
Berangkat dari kita melihat begitu mudahnya anak kecil memnguasai bahasa pertamanya dibanding anak yang mulai beranjak dewasa dalam mempelajari bahasa kedua atau bahasa asing, teori ini mengkaji pemerolehan bahasa untuk diterapkan pada pembelajaran bahasa kedua. Dari itu tokoh teori behavioristik H.H. Stren mencari segala argument-argumen untuk mengusulkan prosedur dan metode pembelajaran bahasa kedua berdasarkan pemerolehn bahasa pertama.[1]
Berdasarkan konsep tersebut dapat digmbarkan bahwa dalam memepelajari bahasa kedua, seseeorang diharapkan harus berlatih secara terus menerus. Dalam hal ini harus ada seseorang yang ditiru, karena belajar bahasa adalah perihal peniruan. Tahapan pemebelajarannya dimulai dari mendengar, berbicara, membaca kemudian menulis sama persis seperti anak kecil dalam menguasai bahasa pertamanya .
b. Behavioristik bersifat S-R
Kecenderungan aliran ini mereduksi perilaku manusia yang sifatnya stimulus-respon, yang memulai dari satuan terkecil yang berimplikasi pada pembelajaran bersifat tak bermakna menuju keseluruhan yang bermakna. Diantara pendekatan-pendekatannya diantaranya pendekatan fonetik atau sintetik dan aural-oral dalam pembelajaran bahasa asing. Berdasarkan pendekatan ini materi terpecah menjadi unit-unit kecil yang relative lepas dan pembelajaranya bertahap. Dan dalam penyusunan silabus menghasilkan silabus gramatikal, yaitu silabus yang berusaha memenuhi tuntutan suatu program pembelajaran bahasa yang mengejar kadar performasi tertentu berdasarkan ketepatan bukan pemahaman.[2]
c. Manusia bersifat pasif
Behavioristik memandang manusia yang pasif dalam hubungannya dengan lingkungan.[3] Berdasarkan hal ini siswa dianggap sebagai hal yang pasif dan hanya menerima pengetahuan dari guru. Dalam pembelajara bahasa guru yang aktif yang mengatur semua jalannya pembelajaran, jadi guru bersifat otoriter dalam menerapkan pengendalian memusat.